Wednesday, 1 November 2017

Pandangan Masyarakat Tentang Peminangan Yang Dilakukan Keluarga Perempuan Kepada Keluarga Laki-Laki (Khususnya Di Kabupaten Tuban Jawa Timur

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli antropologi mengenai kebudayaan di Indonesia sudah banyak. Tulisan-tulisan para ahli tersebut kebanyakan membahas pembentukan keluarga beserta serangkaian upacara di sekitarnya, upacara-upacara lingkaran hidup serta tradisi dan budaya secara komprehensif.
Secara konseptual teoritik, upacara perkawinan merupakan bagian dari teori evolusi pembentukan keluarga, yang didalamnya didapati ada tahapan didalam proses atau evolusi pembentukan keluarga, yaitu dari promoskuitas sampai pada perkawinan eksogami dan endogami. Di dalam kegiatan perkawinan pada serangkaian upacara lingkaran hidup, dalam kaitannya dengan berbagai keyakinan yang menyelimuti serangkaian upacara tersebut, ada teori asas religi yang terfokus pada sikap dan upacara religi. Pada dasarnya, inti dari berbagai upacara tersebut adalah dinyatakan dalam konsepsi orang jawa sebagai slametan, yang didalamnya mengandung konsepsi ceremonial fund yang bervariasi menurut jenis dan bentuknya.
Setiap tradisi akan mengalami perubahan ketika harus berhubungan dengan dunia sosial yang terus berubah. Untuk memahami hal ini maka ada konsepsi teoritik yang dikemukakan oleh Suparlan, mengenai tahapan dari disorganisasi ke integrasi, sedangkan Kleden menyatakan, Perubahan kebudayaan dapat dilihat dari jurusan nilai melalui tahapan integrasi disintegrasi ke reintegrasi, dari sudut makna maka dapat dilihat dari orientasi disorientasi ke reorientasi, dari sudut interaksi maka dari sosialisasi disosialisasi ke resosialisasi, dan aspek kelembagaan maka perubahan itu melalui organisasi disorganisasi ke reorganisasi. Selanjutnya, perubahan juga dilihat dari konsep cultural change menurut Malinowski dan Zaniecky, mengenai disorganisasi dan reorganisasi.
Namun demikian, setiap perubahan menyisakan sesuatu yang langgeng. Dalam kerangka ini, konsepsi Sorokin yang menyatakan bahwa selalu ada elemen yang berlaku langgeng di setiap perubahan atau continuity wthin change, juga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk memahami berbagai perubahan dan keajegan didalam kebudayaan dan kehidupan manusia, termasuk mengenai perubahan didalam aktualisasi kebutuhan manusia.
Pada dasarnya, manusia mempunyai tiga kebutuhan dasar dalam kehidupannya, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, dan kebutuhan integratif. Salah satu kebutuhan manusia tersebut ialah hasrat untuk reproduksi, memperoleh kenikmatan, kehangatan, kasih sayang, dan sebagainya melalui pranata perkawinan. Perkawinan tersebut terjadi manakala kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) dan orang-orang yang terlibat didalamnya mengikuti suatu persetujuan terhadap kedua orang tersebut untuk menjadi pasangan suami istri. Dalam suatu perkawinan, peristiwa yang sangat menentukan ialah meminang.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapat digambarkan beberapa penelitian yang didalamnya mencangkup dan terfokus pada aspek atau dimensi pe rkawinan dalam tradisi kebudayaan Jawa. Di antara para ahli ialah Geertz, Hildred Greetz, Kodiran, Koentjaraningrat, dan Hardjowirogo. Mereka menyatakan bahwa perkawinanyang didahului oleh kegiatan meminang dilakukan oleh pihak laki-laki ke pada pihak perempuan. Dengan demikian, inisiatif untuk mendatangi rumah keluarga perempuan ialah laki-laki, bukan keluarga perempuan. Atau dengan pernyataan lain, peran kaum laki-laki didalam proses awal terjadinya perkawinan adalah lebih dominan.
Namun demikian, kiranya terdapat variasi lain didalam tradisi perkawinan ini, yaitu tradisi meminang yang dilakukan oleh keluarga perempuan terhadap pihak keluarga laki-laki, tradisi perkawinan yang terjadi di wilayah Tuban, sebagian Lamongan dan Bojonegoro. Seperti diketahui, penelitian yang telah diungkap di atas berlatar kebudayaan Jawa bagian tengah sebab Clifford Geertz dan Hildred Greetz meneliti kebudayaan Jawa di wilayah Pare Kediriatau Mojokutoyang settingnya ialah daerah Mataraman yang lebih dekat kebudayaannya dengan wilayah kebudayaan Jawa pusat, dan Kodiran, Koentjaraningrat, dan Hardjowirogo juga meneliti kebudayaan Jawa di wilayah centrum-nya Jawa Tengah, khususnya Yogyakarta sehingga berkesimpulan seperti itu.
Di wilayah kabupaten Tuban sebagai wilayah kebudayaan mancanegari peminangan di lakukan oleh keluarga sehingga keluarga perempuan yang berhak menentukan siapa calon menantu yang akan dipilihnya. Akibatnya, pihak keluarga perempuan berinisitif melakukan pilihan, sedangkan keluarga laki-laki yang berhak menolak pinangan tersebut.
Di dalam trsdisi perkawinan tersebut, posisi laki-laki lebih tinggi disbanding perempuan. Tak jarang dijumpai banyak laki-laki yang justru secara ekonomi bergantung kepada perempuan. Seorang perempuan dari keluarga kaya relatif lebih mudah mencari jodoh ketimbang yang tak berpunya. Demikian pula keluarga perempuan yang cantik jelita juga lebih mudah mencari jodoh meski tidak kaya dibanding perempuan yang rupanya tidak cantik, apalagi tidak kaya. Akan tetapi, meskipun tidak cantik jika memiliki harta banyak atau anak orang kaya maka akan lebih mudah menem ukan jodohnya. Untuk itu, ada semacam diskriminasi perlakuan terhadap keluarga tidak mampu. Dengan demikian, status keluarga kaum perempuan turut serta berperan di dalam peroses perkawinan. Di dalam wacana masyarakat pedesaan diungkap denga n pernyataan, larang bawang murah Lombok (laki-laki mahal harganya, sedangkan perempuan murah harganya). Inilah sebabnya, perempuan seringkali menolerir terhadap “kesalahan” laki-laki sebagai akibat terhadap begitu pentingnya laki-laki di dalam kehidupan dan menjadi kelompok yang dibutuhkan.
Disamping itu, di kalangan masyarakat pedesaan juga terdapat semacam ketakutan jika anak perempuannya belum kawin. Fenomena di pedesaan menggambarkan keluarga perempuan terburu-buru untuk mengawinkan anaknya karena takut tidak laku tersebut. Di lapangan menunjukkan, banyak anak perempuan yang belum cukup umur untuk menikah “terpaksa” dikawinkan karena persoalan tersebut. Di kalangan mereka menjadi janda lebih baik dibandingkan menjadi perawan tua. Tak ayal lagi posisi atau status perempuan menjadi lebih rentan dibanding kaum laki-laki di dalam sebuah rumah tangga.
Namun demikian, terkait dengan perubahan sosial yang terjadi, perubahan-perubahan pun tak akan dapat dielakkan sehingga corak dan bentuk perkawinanpun mengalami perubahan. Di antara perubahan tersebut adalah semakin longgarnya ikatan tradisi perkawinan. Banyak dijumpai, misalnya di wilayah pedesaan, yang menggunakan pola baru di dalam proses perkawinan, termasuk dalam hal peminangan. Hal ini diduga karena faktor eksternal semakin terbukanya isolasi masyarakat desa sehingga perubahan merupakan suatu keniscayaan.
Sehinggga makalah ini ini dimaksudkan untuk melihat variasi tradisi dalam sistem perkawinan masyarakat jawa, keajegan, dan perubahannya serta faktor-faktor yang terlihat di dalam proses perubahan dan keajegan tersebut.
Meskipun demikian, penelitian di bidang antropologi mengenai perkawinan sudah banyak dilakukan oleh berbagai ahli dalam mengungkap pola-pola perkawinan pada masyarakat Jawa, pola perkawinan, teutama tradisi keluarga perempuan meminang, belum disentuh secara maksimal sebab hasil penelitian selama ini lebih banyak terfokus pada peminangan yang dilakukan oleh keluarga kaum laki-laki kepada keluarga kaum perempuan, bukan peminangan yang dilakukan keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki.

I.2. Rumusan Masalah
I.2.1. Bagaimana Tradisi Peminangan Di Tuban, Jawa Timur Sebagai Variasi Dari Tradisi Perkawinan Di Jawa Dan Analisis Perubahan Kebudayaan?
I.2.2. Bagaimana Tinjauan Antropologi Melaui Metode Pendekatan Sejarah Terkait Hokum Perempuan Melamar Laki-Laki ?

I.3. Tujuan
I.3.1. Dapat Memahami tradisi peminangan di Tuban, Jawa Tengah, sebagai varian tradisi  perkawinan di Jawa yang berpola lain dan analisis perubahan kebudayaan .
I.3.2. Dapat Memahami Tinjauan Antropologi Melaui Metode Pendekatan Sejarah Terkait Hukum Perempuan Melamar Laki-Laki .


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1. Upacara Perkawinan di dalam Kebudayaan Jawa
Secara teoritik-konsepsional dalam budaya Jawa dikenal konsep meminang, yaitu pi hak keluarga laki-laki meminang terhadap perempuan. Dalam pengamatannya, Geertz menyatakan:
“Bagi kebanyakan orang, walaupun di dalam banyak kasus anak laki-laki da n perempuan itu sudah sampai pada saling tahap pengertian dalam hal ini, pola la ma mengenai lamaran resmi dari orang tua pihak pria masih dilaksanakan, setidak-tidaknya dalam bentuk resminya. Dalam lamaran itu, keluarga pihak laki-laki meng unjungi keluarga pihak perempuan untuk saling tukar basa-basi formalism kosong y ang diperkerok, dan sudah menjadi keahlian orang Jawa sejak dahulu. Ayah pihak l aki-laki mungkin membuka percakapan itu dengan ucapan seperti “embun di pagi har i berarti hujan di malam hari,” yang menyatakan bahwa soal yang ingin diperbinca ngkan ialah soal yang “dingin” atau sederhana saja dan tidak perlu membangkitkan perasaan yang bukan-bukan. Dengan perkataan dan gaya pemisahan yang sama, ia tiba pada pokok persoalan dan menyatakan bahwa ia ingin menjadi besan tuan rumah d engan mengawinkan anak laki-lakinya dengan anak perempuan tuan rumah, (kemudian tuan menjawab) seperti bahwa anak perempuannya itu agak manja, walaupun sudah de wasa, masih bertingkah laku seperti anak-anak dan ia sendiri merasa bahwa puterinya jauh dari memenuhi syarat menjadi menantu tamunya, dan seterusnya.” Berdasarkan tradisi Jawa, sebagaimana uraian Geertz tersebut, ternyata perkawina n selalu didasarkan atas kesepakatan awal yang disebut sebagai meminang atau lam aran, di mana pihak keluarga laki-laki meminang kepada pihak keluarga perempuan. Meskipun kegiatan ini penuh basa-basi, tentunya mengenang peran penting sebab k esepakatan untuk melakukan ikatan besanan ditentukan oleh proses awal ini. Menurut Hildred Geertz, pola pinangan secara formal yang benar menurut kejawen adalah terdiri atas tiga tahap. Pertama, semacam perundingan penjajakan yang dil akukan seorang teman atau saudara si pemuda, dengan maksud menghindari rasa malu apabila ditolak. Kedua, sekurang-kurangnya dengan suatu jaminan yang serba basa -basi, kunjungan resmi pemuda tersebut ke rumah si gadis yang disertai ayah atau anak saudaranya yang lain. Kunjungan ini dinamakan nontoni, melihat-lihat, tuju annya untuk member kesempatan, baik kepada si gadis maupun si pemuda untuk saling melihat dan barangkali yang lebih penting member kesempatan bagi orang tua ked ua belah pihak untuk saling menilai. Secara tradisional, dan bahkan sekarangpun masih sering terjadi, calon mempelai itu belum saling kenal maka saat inilah satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk saling mengenal. Ketiga, ialah pinangan resmi untuk menentukan kapan hari perkawinan dilangsungkan.

II.2. Upacara di dalam Tradisi Perkawinan
Di dalam tradisi Jawa, upacara yang terkait dengan kehidupan dikonsepsikan oleh para ahli antropologi sebagai upacara lingkaran hidup (rites of the life cycle) yang dikonsepsikan oleh prang Jawa sebagai slametan, yaitu suatu upacara makan b ersama makanan yang telah dibeiri doa sebelum dibagi-bagikan. Slametan tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi dan erat hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus. Slametan ditujukan agar tidak ada gangguan apa pun di dalam kehidupan manusia.
Setiap kegiatan upacara ritual atau slametan adalah sebuah kegiatan yang melibat kan semua unsur masyarakat di dalam lingkungan bertetangga. Partisipasi masyarakat di dalam upacara ritual atau slametan menggambarkan adanya tindakan harmoni sosial, keteraturan sosial, dan kerukunan sosial sebab semua anggota masyarakat dalam lingkaran bertetangga tersebut dalam suasana yang sama dan juga menikmati makanan yang hampir sama sehingga inilah suatu wujud dari konsepsi Jawa mengenai slamet, rukun, dan harmoni.
Slametan adalah inti kehidupan orang Jawa, slametan adalah wujud tidak hanya harmonisasi antara sesama makhluk hidup (hidup), tetapi juga bermakna harmonisasi antara kekuatan natural dan supranatural, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara kekuatan kodrati dan adikodrati, antara kekuatan manusia dan makhluk halus, dan lain sebagainya. Di dalam hubungan antara kekuatan makrokosmos dan mikrokosmos, ada proses saling mengisi. Sementara itu, kekuatan dunia sacral memberikan keselamatan atau barokah bagi manusia sehingga terdapat sebuag ruang kosong di da lamnya, dan manusia harus mengisi ruang kosong tersebut supaya selalu penuh. Ruang kosong yang tidak terisi oleh berbagai upacara ritual akan menyebabkan terjad inya bencana atau malapetaka.
Upacara perkawinan disebut kepanggihan (pertemuan) dan selalu diselenggarakan di
rumah pengantin perempuan. Di sini, ada semacam kewajiban bagi orang tua untuk menyelenggarakan sebuah pesta besar, terutama di dalam tradisi perkawinan. Jika keluarga perempuan tidak mampu maka keluarga calon mempelai laki-laki bisa membantu sesuai dengan kemampuannya. Dan kalau penyelenggaraan upacara ditunda sampai beberapa bulan atau bagi yang beragama Islam kuat bisa juga dilakukan di masjid.
Ketika terjadi upacara perkawinan, pihak laki-laki harus memberikan kepada pihak perempuan, yaitu berupa peningset dan seserahan. Peningset merupakan seperangkat pakaian lengkap dan sasrahan biasanya berupa kerbau atau sapi yang akan disemb elih untuk kegiatan upacara. Bisa saja sasrahan itu berupa uang dengan jumlah tertentu, meskipun tidak senilai dengan sapi atau kerbau. Menurut konsepsi Jawa, anak perempuan pertama yang dikawinkan disebut bubak atau membersihkan daerah per awan, sedangkan untuk anak perempuan terakhir disebut punjung tumplek atau pengh ormatan yang terakhir.
Slametan perkawinan diselenggarakan pada malam hari menjelang upacara sebenarnya.   Di sini, pengantin laki-laki akan tetap disembunyikan dari pandangan pengantin perempuan dan mereka tidak diperkenankan untuk saling memandang sampai upacara sebenarnya dilakukan.
Sesudah slametan, pengantin perempuan ditempatkan di sentong tengah, gadis perem puan didudukkan didepannya selama kira-kira empat jam sampai tengah malam, pada saat bidadari turun dan memasukinya, untuk tinggal di sana sampai lima hari sesu dah perkawinan. Itulah yang menyebabkan pengantin kelihatan lebih cantik dari biasanya. Pada saat ini, si ibu pengantin perempuan mencari kembang mayang atau bunga yang sedang mekar yang terdiri dari batang pohon pisang, dan kumpulan bunga nya terbuat dari dedaunan yang diberi lekuk-lekuk dan diberi daun kelapa muda. Keduanya menggambarkan keperawanan dan kejejakaan mempelai. Kembang mayang dibuat untuk masing-masing pengantin, dan jika pengantin laki-laki tersebut tidak jejaka maka hanya dibuat sepasang, sedangkan jika pengantin perempuan tidak perawan maka upacara kepanggihan tidak diperlukan lagi.
Upacara perkawinan yang sebenarnya dilakukan pagi harinya, bisa dilakukan di rum ah, masjid, atau di KUA. Melalui bimbingan naib atau pegawai pencatat nikah, pro sesi perkawinan tersebut diselenggarakan. Si pengantin laki-laki diharuskan untuk membaca syahadat dan setelah itu dibimbing untuk menerima pernikahan perempuan yang akan dinikahinya. Prosesi ini berakhir setelah si pengantin laki-laki memb aca ta’liq talaq atau perjanjian akan kesanggupan laki-laki untuk menghidupi kel uarganya dan jika mengingkari maka si perempuan dapat menuntut cerai.
Pada kalangan santri, pernikahan diselenggarakan dengan pola perkawinan islam, y aitu pengantin menghadap ke pengantin naib dan disertai dengan kiayi, saksi, wali (biasanya orang tua pengantin perempuan), dan juga kerabat pengantin laki-laki.         Upacara diawali dengan bacaan khutbah oleh seseorang (biasanya kiayi), setelah itu dilanjutkan dengan bacaan ijab dan qabul yang diawali dengan naib dan kemudian dilanjutkan oleh pengantin laki-laki dalam bahasa Arab. Jika naib sudah membaca halan maka segera pengantin laki-laki menjawab qabiltu nikachaha dan seterus nya. Jika dianggap telah sah maka kiayi memimpin doa dan diakhiri dengan penanda tanganan oleh saksi di buku register perkawinan.
Di rumah pengantin perempuan terdapat kegiatan yang disebut duwe gawe atau ewoh, dalam bahasa Jawa madya disebut gadah damel. Di kala ini, pengantin pengantin p erempuan berdandan layaknya seorang puteri, wajahnya dibuat berwarna kuning deng an bedak, bulu matanya dilentikkan, bibirnya merah menyala, di dahinya diberi hi asan hitam pekat, dan rambutnya diatur rapi. Demikian pula di dadanya, tergantun g hiasan-hiasan emas atau perak, tangannya diberi gelang emas dan daun telingany a diberi giwang yang berwarna keemasan. Sementara sang laki-laki, berpakaian ala Eropa memakai jas, dasi, dan celana yang biasanya berwarna gelap, bersepatu atau sandal sepatu atau bisa juga memakai pakaian adat. Upacara ini biasanya dipimpin oleh dukun manten.

II.3. Hubungan Suami-Istri: antara Hak dan Kewajiban
Suami-istri adalah konsep yang diakibatkan oleh adanya proses pernikahan dan per kawinan antara dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Kesepakatan mengenai tali perkawinan pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa kedua makhluk ini s aling memiliki perbedaan baik yang bersifat natural maupun potensi. Oleh karena itu, selalu ada konsepsi dikotomis ketika melihat relasi antara laki-laki dan pe rempuan di dalam konteks kontruksi sosial, baik yang berasal dari paham keagamaa n, sosial, maupun budaya.
Dalam pandangan Islam, dikotomi antara laki-laki dan perempuan atau masalah lai nnya, sebagaimana pandangan umum lainya. Ulama klasik rata-rata menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memang berbeda, bukan hanya dalam masalah antonomi, mel ainkan juga dalam masalah lain. Namun demikia, di antara para pemikir Islam ada yang berpendapat bahwa perbedaan itu sebenarnya dari penafsiran terhadap teks ag ama yang seringkali bias gender.
Kontroversi ini sebenarnya berawal dari penafsiran teks-teks ajaran islam yang secara maknawi memang menyajikan perbedaan, terutama dalamkonteks fiqih. Kontroversi itu dating dari ayat mengenai keunggulan laki-laki atas perempuan, terutama didalam persoalan kepemimpinan. Misalnya, An-Nisa’ ayat 34 memberikan gambaran bahwa “laki-laki bertanggung jawab terhadap (pemimpin) perempuan”, sesuai dengan kelebihan yang diberikan Allah kepada sebagian mereka terhadap sebagian lainnya, dan juga laki-laki menafkahkan harta bagi keluarganya.
Sebenarnya, harus diakiui bahwa perubahan tentang peran dan posisi perempuan di masyarakat juga relatif telah terjadi. Perubahan itu sekurang-kurangnya dipicu oleh perubahan sosial yang terus berlangsung. Perubahan posisi dan peran perempuan di dalam keluarga tentunya terkait dengan persoalan ekonomi rumah tangga dituntutan akan kemandirian perempuan di tengah desakan untuk memperoleh nafkah bagi dirinya sendiri.

II.4. Perubahan Kebudayaan
Perubahan adalah inti kehidupan. Tidak ada yang stagnan di dunia sehingga semuan ya terkena hokum perubahan baik yang bergerak linier maupun yang sirkular. Perub ahan sosial menyangkut perubahan kehidupan manusia yang terkait dengan lingkunga n kehidupannya yang berupa fisik, alam, dan sosial.
Perubahan tradisi pada suatu komunitas dapat dilihat dari perspektif perubahan  ebudayaan. Secara teoritis, perubahan kebudayaan mencakup lima hal pokok. Pertama, perubahan system nilai yang prosesnya mulai dari penerimaan nilai baru dengan proses integrasi ke disintegrasi untuk selanjutnya menuju reintegrasi. Kedua, perubahan system makna dan system pengetahuan, yang berupa penerimaan suatu keran gka makna (kerangka pengetahuan), penolakan, dan sikap penerimaan makna baru dengan proses orientasi ke disorientasi ke reorientasi system kognitifnya. Ketiga, perubahan system tingkah laku yang berproses dari penerimaan tingkah laku. Keempat, perubahan system interaksi. Kelima, perubahan system kelembagaan.
Perubahan kebudayaan, dengan demikian, dapat dilihat sebagai suatu keniscayaan yang melazimi di dalam kehidupan manusia baik dilihat dari kerangka makna, tindakan, dan organisasinya.










BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Tradisi Peminangan Di Tuban, Jawa Timur Sebagai Variasi Dari Tradisi Perkawinan Di Jawa dan  Analisisis Perubahan Kebudayaan
Tradisi Peminangan Di Tuban, Jawa Timur Sebagai Variasi Dari Tradisi Perkawinan Di Jawa
Suatu kenyataan bahwa meskipun memiliki kesamaan secara umum dengan budaya Jawa, ternyata terdapat variasi yang mencolok terkait dengan budaya meminang di Kabupaten Tuban, desa Sumbang. Dipilih karena sedang yang dalam proses transisi karena masuknya budaya kota melalui berdirinya pabrik Semen Gresik di Tuban. Desa ini menggambarkan dinamika perubahan dari tradisi perkawinan lama ke yang baru, melalui mekanisme perubahan yang cukup berarti Jika biasanya budaya Jawa meminang dari pihak laki-laki, lain halnya dengan Desa ini. Sebaliknya, yang meminang adalah dari pihak perempuan. Di terima atau ditolaknya bergantung pada si laki-laki. Di dalam realitas kehidupan, tak jarang peminangannya ditolak dank au perempuan meminang lagi untuk kesekian kalinya.
Dominasi kaum laki-laki juga lebih kentara di dalam dinamika kehidupan rumah tangga. Sementara kaum laki-laki meminum tuwak dipinggiran jalan, sementara kaum perempuan bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya. Tanggung jawab perempuan ternyata lebih besar dibanding laki-laki. Namun demikian, kesadaran seperti ini sudah muncul. Ada cemoohan yang dilontarkan oleh kaum perempuan ketika melihat kenyataan seperti itu. Kesadaran itu didapati biasanya di tempat ngerumpi sesama perempuan. Dan mereka melakukannya dengan cara berbisik-bisik.
Secara kategoris, pola peminangan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki dapat ditipologikan dengan beberapa hal, yaitu peminangan perempuan sedesa, peminangan perempuan di luar desa, peminangan perempuan di luar kecamatan, dan peminangan perempuan di luar kabupaten. Peminangan tersebut memiliki substansial yang sama, dan meskipun terdapat varian di dalam bentuk kualitasnya. Pola yang sama tersebut tidaklah pada proaktivitas keluarga perempuan, sedangkan variasi bentuk kualitasnya berkaitan dengan pengakomodasian tradisi local dari keluarga laki-laki.
Analisis Perubahan Kebudayaan
Sebagai sebuah penelitian yang bersumber dari buku, kesimpulan yang akan ditarik tidak dapat digeneralisasikan pada sasaran kajian yang lebih luas. Ia hanya menggambarkan mengenai apa dan bagaimana hakikat sebuah fenomena berada di suatu lokus tertentu dalam kaitannya dengan fenomena lain yang lebih luas dan kompleks. Ia hanya sebuah lukisan mengenai fenomena, tanpa dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana fenomena berkolerasi dengan fenomena lain.
Sebagai sebuah lukisan mengenai kehidupan sebuah komunitas yang di dalamnya mengandung kompleksitas keajegan dan perubahan, keberadaan fenomena tersebut tentunya mengandung keunikan dalam pengertian yang relatif berbeda dengan fenomena dunia lain di sekitarnya.
Keunikan itu, sebagaimana hasil dari penelitian ini adalah peminangan yang dilakukan oleh keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki. Sebenarnya, peminangan tersebut tidak memiliki ciri yang benar-benar khas. Artinya, sebuah fenomena yang tidak ada kesamaan sedikitpun dengan tradisi lain. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan konsepsi budaya Jawa secara umum, ternyata variasi ini adalah sesuatu yang nyata ada. Secara khas realitas. Budaya Jawa sebagaimana jelas menggambarkan adanya tindakan meminang yang dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan. Ini berarti kaum laki-lakilah yang memilih, dan sebaliknya kaum perempuan yang dipilih. Posisi yang dipilih dan memiliki kemampuan menolak dalam konteks ini ternyata lebih dominan disbanding yang memilih. Akibatnya, posisi perempuanlah yang men entukan dan posisi laki-laki ditentukan.
Ini sangat berbeda dengan peminangan di kabupaten Tuban. Di sini, justru kaum la ki-lakilah yang menentukan, menolak atau menerima. Akibatnya, posisi dominan jus tru berada di tangan laki-laki, dan perempuan tidak dominan. Dominasi itu semakin jelas manakala dilakukan crossing dengan tindakan kaum laki-laki baik di dalam maupun di luar rumah. Perempuan bekerja lebih keras dan lebih bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga disbanding dengan laki-laki. Sementara perempuan bekerja keras, laki-laki justru menikmati hiburan, makan dan minum di pinggiran jalan atau warung-warung. Sunggug, laki-laki ialah barang langka yang keberadaannya meastilah dijaga sedemikian rupa. Begitu butuhnya perempuan terhadap laki-laki, ia rela banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Peminangan tidak hanya sekedar persoalan perkawinan, tetapi juga sebuah gengsi sosial. Keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi akan bisa memamerkan kekayaannya melalui proses peminangan ini. Banyaknya hadiah yang akan diberikan kepada calon menantu akan menjadi ukuran seberapa besar tingkat sosial ekonomi keluarga perempuan. Inilah sebabnya, orang seringkali berlomba untuk meminang dengan standar yang jauh dari batas kemampuan ekonominya. Semakin berkualitas hadiah yang dibawanya, semakin besar status sosial kedua belah pihak terangkat. Jadi, status sosial bertali temali dengan peminangan yang dilakukan oleh keluarga perempuan. Di tengah perubahan yang terus terjadi, ternyata budaya perempuan meminang masih tetap bertahan. Inti tradisi ini tampaknya belum segera akan hilang, meskipun sebenarnya meminang itu hanya sekadar penguatan terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan (pacaran) yang terus terjadi dewasa ini. Meskipun masih dijumpai hubungan perkawinan laki-laki dan perempuan yang dilakukan melalui serangkaian pemaksaan, seiring dengan perubahan sosial yang terus berlangsung meminang juga menjadi semakin simple, meski keberadaannya akan tetap dipertahankan.
Penelitian ini akan mengukuhkan teori tentang keajegan di dalam perubahan (conti nuity within change), sebagaimana digagas oleh Parsudi Suparlan, Zaniecky, dan Ignaz Kleden mengenai tahapan perubahan budaya. Dari dimensi perubahan kognisi, terlihat masyarakat di wilayah ini telah mengalami berbagai perubahan yang menyan gkut seperangkat pengetahuannya mengenai variasi budaya lain, dan kebudayaannya bukanlah yang tunggal terjadi dan ada atau dapat diterima di mana saja.
Dari dimensi perubahan perilaku, tampak bahwa proses perubahan juga sedang terja di. Jika pada masa lalu peminangan benar-benar menjadi kewajiban dan monopoli ke luarga perempuan maka sekarang tidak lagi. Perubahan yang terjadi ialah pada “ke beranian” kaum laki-laki untuk menanyakan terlebih dahulu, dengan resiko ditolak oleh pihak keluarga perempuan. Kemudian jika telah ada kesepakatan, barulah dit indaklanjuti dengan melamar yang dilakukan oleh pihak keluarga perempuan. Hal ini merupakan bukti perubahan perilaku tersebut. Disamping itu juga ada beberapa kasus mengenai perilaku keluarga laki-laki yang terlebih dahulu melakukan peminangan. Gambaran-gambaran ini merupakan suatu kenyataan mengenai adanya perubahan yang terus akan berlangsung.
Perubahan kognisi itu berkaitan dengan perasaan banwa menjodohkan anak adalah ha k dan kewajiban orang tua. Anak adalah objek yang dapat diperlakukan apa saja atau dijodohkan dengan siapa saja. Orang tua telah memberikan ruang kemerdekaan ba gi anak untuk melakukan apa yang cocok dan berguna bagi dirinya.
Perubahan tindakan itu bisa dipicu oleh berbagai interaksi yang intensif dengan dunia luar akibat urbanisasi dan juga faktor pendidikan. Semakin banyak anak yang berpendidikan semakin tinggi maka akan muncul kemandirian untuk melakukan tind akan. Secara konsepsional-teoritik, mereka menjadi semakin rasional atau dalam konsepsi Weber disebut tindakan rasional bertujuan, yaitu tindakan yang didasari oleh berbagai motif dan keinginan yang bersesuaian dengan tujuan hidup. Dengan demikian keniscayaan bahwa perubahan akan terus berlangsung meskipun di antara berbagai perubahan tersebut juga masih menyisakan ruang yang ajeg, yaitu tidak berubah.
Oleh karena itu, terdapat variasi tradisi pada masyarakat Jawa yang juga sedang mengalami proses perubahan, dengan tetap mempertahankan apa yang dianggap sebagai inti budaya dan mengubah hal-hal yang menyertainya.

III.  Hukum Perempuan Melamar Laki-Laki Ditinjau Dari Aspek Sejarah
Tradisi perempuan melamar laki-laki konon sudah terjadi turun temurun sejak masa pemerintahan Raden Panji Puspokusumo, penguasa Lamongan pada 1640 - 1665. Panji Puspokusumo sendiri tercatat sebagai keturunan ke-14 Prabu Hayam Wuruk, penguasa Majapahit. Dalam kisahnya, Panji Puspokusumo memiliki dua anak kembar bernama Raden Panji Laras dan Raden Panji Liris. Kedua pangeran rupawan itu memiliki hobi menyabung ayam.
Suatu hari, keduanya mengikuti sabung ayam di daerah Wirosobo yang sekarang dikenal dengan Kertosono, Nganjuk. Ketampanan Panji Laras dan Panji Liris ternyata membius dua putri kembar raja Wirosobo, yakni Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi. Kedua putri cantik itupun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Kendati dianggap melanggar norma saat itu, Raja Wirosobo akhirnya melamar kedua putra kembar penguasa Lamongan itu. Desakan dua putri kesayangan membuatnya berani melanggar norma.
Sejak saat itulah tradisi perempuan melamar laki-laki mulai diberlakukan. Budaya itu kemudian dilestarikan sebagai budaya leluhur yang masih terjaga hingga kini. Anwar (60), warga setempat tidak tahu persis kebenaran sejarahnya, tetapi sudah turun temurun di lingkungannya mengikuti budaya tersebut. Pria enam cucu ini juga menjalankan budaya yang sudah melekat tersebut. "Sejarah itu mungkin ada benarnya, karena terbukti seluruh keturunan mengikuti budaya warisan," katanya.
Kasus serupa juga sering terjadi di kabupaten Tuban, salah satunya yang di beritakan oleh  Merdeka.com - Pernikahan Muji Syukur Rahmad (24) dan Qurrotu Ayun (20) berlangsung cukup sederhana. Meski demikian, upacara pernikahan kedua mempelai tetap memegang tata cara adat yang berlaku di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tempat tinggalnya. Sesuai tradisi adat di Lamongan dan beberapa daerah pesisir pantai utara, perempuan lah yang melamar laki-laki. Budaya perempuan melamar laki-laki ini terbilang unik, karena tidak lazim terjadi di daerah lain. "Hanya terjadi di Lamongan, itupun hanya pesisir pantai saja dan beberapa wilayah di Tuban. Tidak semua wilayah Lamongan," kata Lusianah keluarga Rahmad yang tengah menerima kunjungan dari keluarga mempelai perempuan, Minggu (20/7). Pengantin perempuan yang pertama menanyakan pada pihak pria. Bahkan beberapa ada yang membawa seserahan sepeda motor untuk pengantin pria. "Tergantung kondisi ekonomi, kalau dari keluarga biasa-bisa saja ya cukup pakaian dan cincin," katanya. Setelah pihak perempuan melamar, kata Anwar, selanjutnya pihak laki-laki membalas kunjungan sambil memberikan jawaban. Tidak jarang pihak perempuan akan mendesak melalui seorang utusan, saat pihak laki-laki tidak juga membalas lamaran. Kedua belah pihak selanjutnya menyepakati waktu pernikahan. Sabtu (18/7) malam, keluarga Rahmad menerima kunjungan dari pengantin perempuan, setelah resmi menikah di rumah mempelai perempuan. Istrinya, Ayun adalah warga satu desa dengan Rahmad, namun berbeda dusun. Rahmad warga Dusun Cumpleng, sementara Ayun warga Dusun Brengkok, Desa Brengkok, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan. Rahmad dan Ayun telah resmi menikah, dan bagian dari tradisi mereka harus berkunjung ke kerabat terdekat. Kedua mempelai mengantarkan sendiri makanan yang dibawa dari mempelai perempuan, selain memperkenalkan diri sebagai anggota keluarga baru. "Kalau zaman dahulu memang masih membawa 'jodhang' diangkut oleh empat orang, tetapi sekarang sudah berubah. Barang bawaannya makanan diangkut pick up," kata Ayun.
 Rahmad dan Ayun resmi menikah pada malam 27 Ramadan 1436 atau Rabu, 14 Juli 2015. Sementara lamaran sudah berlangsung sebelum Ramadan.

Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai apakah diperbolehkan wanita melamar pria? Sebelum membahas hal ini perlu dipahami duduk perkaranya bahwa khitbah (melamar/meminang) adalah proses pendahuluan sebelum menikah dan bukan merupakan rukun dari nikah. Khitbah adalah pemberitahuan bahwa seseorang berminat pada orang lain untuk menikahinya. Khitbah (melamar) juga merupakan permintaan resmi kepada seseorang untuk bersedia dinikahi. Maka secara logika, terlepas bagaimana teknis caranya, melamar atau meminang itu adalah tahapan yang pasti terjadi sebelum terjadinya akad nikah. Bagaimana mungkin tiba-tiba dilakukan akad nikah jika sebelumnya satu sama lain belum ada pembicaraan sebelumnya, dan tidak saling tahu. Namun karena khitbah atau melamar itu bukan merupakan bagian dari rukun nikah maka tidak mempengaruhi sah tidaknya pernikahan.
Sejauh yang saya ketahui, telah menjadi kelaziman dalam berbagai hadits dan siroh (cerita sejarah) diceritakan bahwa laki-laki-lah yang melamar dan bukannya wanita. Sebagian orang mengatakan bahwa sesungguhnya tak ada perkataan yang jelas yang memerintahkan harus lelaki yang melamar wanita. Demikian pula tak ada kalimat larangan yang jelas yang melarang wanita melamar pria. Benarkah demikian ?
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa yang dipinang itu wanita sehingga yang meminang adalah pria kepada wanita dan bukan wanita kepada pria. Ayat Yang Menyebutkan Pria Melamar Wanita, yakni : “Dan  tidak  ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang suaminya telah meninggal dan masih dalam ‘iddah) itu  dengan sindiran   atau  kamu  menyembunyikan  (keinginan  mengawini mereka) dalam  hatimu ” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 235)
Sedangkan Hadits-Hadits Yang Menyebutkan Pria Melamar Wanita, Salah satu hadits yang paling populer mengenai meminang adalah hadits berikut ini :
“Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya. maka kawinkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas”. (H.R. Ahmad)
Dari Abu Hatim Al Muzani berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan.” Para shahabat bertanya; “Meskipun dia tidak kaya.” Beliau bersabda: “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia.” Beliau mengatakannya tiga kali. (H.R. No. Tirmidzi 1005). Pada hadits di atas jelas diriwayatkan bahwa laki-lakilah yang datang meminang dan bukannnya wanita yang datang meminang.  Masih banyak sekali hadits2 lainnya yang menceritakan kelaziman laki2 lah yang melamar wanita dan bukan wanita yang melamar.
Khadijah r.ah. Melamar Rasulullah s.a.w.?
Sebagian orang mengatakan salah pada jaman Nabi Muhammad s.a.w masih hidup pun wanita dibolehkan melamar pria diantaranya pada kisah Siti Khadijah r.ah istri pertama Rasulullah s.a.w. Baiklah kita kutipkan catatan sejarah yang saya ambil dari Kitab Kelengkapan Tarikh Moenawar Kholil mengenai peristiwa tersebut. Pada suatu hari Khadijah dengan terpaksa meminta seorang budak perempuannya yang sangat dipercaya bernama Nafisah binti Munabih untuk menemui Muhammad s.aw. dimana ia kemudian menyampaikan segala sesuatu yang menjadi isi hati Khadijah terhadap beliau. Setelah menerima uraian keinginan Khadijah, beliau s.a.w. hanya menjawab bahwa belum dapat mengambil keputusan sebelum mendapat pertimbangan dan keputusan dari pamannya. Kemudian pada suatu hari Nafisah menemui Abu Thalib untuk membicarakan persoalan itu dan Abu Thalib seketika memberikan keputusan menyetujui untuk disampaikan kepada Khadijah. Lalu pada hari yang lain Abu Thalib bersama anak kemenakannya (Muhammad s.a.w.) pergi menemui pamannya Khadijah bernama Amr bin Al-Asad karena ayah Khadijah saat itu telah wafat. Kedatangan Abu Thalib adalah untuk memperbincangkan keinginan Khadijah terhadap pribadi Nabi. Oleh Amer bin Al-Asad diterima dengan baik dan ia tidak keberatan dengan perjodohan antara Khadijah dengan Muhammad, asalkan kedua belah pihak sama-sama cinta. Dan telah terpandang di kalangan kota Mekah bahwa keduanya telah bertemu (sepadan) kebangsawanannya. (Kelengkapan Tarikh Juz 1 Hal 104)
Dari uraian sejarah di atas dapat kita tangkap bahwa kedatangan Nafisah binti Munabih mengutarakan keinginan Khadijah bisa saja dianggap sebagai melamar / meminang Nabi Muhammad s.a.w. (waktu itu belum menjadi Nabi). Namun secara adat dan kelaziman pria lah yang melamar wanita. Oleh karena nya proses lamaran ini diperkuat lagi atau secara resmi dilakukan oleh Abu Thalib kepada paman Khadijah bernama Amr bin Asad. Maka inilah lamaran yang lebih resmi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara resminya, tetap pihak Keluarga Nabi Muhammad s.a.w. lah yang datang melamar Khadijah r.ah.
Ayah Melamarkan Anak Perempuannya
                Salah satu kewajiban orang tua adalah mencarikan jodoh yang baik bagi anaknya, terlebih lagi bagi anak perempuan. Maka dalam sejarah terdapat beberapa peristiwa dimana Ayah melamar / meminta laki-laki yang sholeh untuk menikahi anak perempuannya.
Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa Umar bin Khattab r.a. ketika Hafshah (putrinya) menjanda dia berkata : “Aku datang kepada Utsman bin Affan lalu aku tawarkan Hafshah kepadanya”, kemudian ia (Utsman) menemuiku dan berkata : “Setelah saya pertimbangkan maka saat ini saya belum berkeinginan untuk nikah” Lau aku (Umar) menemui Abu Bakar r.a. seraya berkata : “Jika engkau mau, aku ingin mengawinkan engkau dengan Hafshah” Maka Abu Bakar hanya diam saja tanpa menjawab sedikitpun. Maka aku (Umar) berdiam selama beberapa malam, kemudian Rasulullah s.a.w. datang meminangnya, lalu aku nikahkan dia (Hafshah) dengan beliau” (H.R. Bukhari Juz XI hal 80)
Kakak Melamarkan Saudara Perempuannya
Ummu Habibah binti Abu Sufyan berkata : “Wahai Rasulullah kawinlah dengan saudara perempuanku putri Abu Sufyan. Beliau bertanya : “Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Saya (Ummu Habibah) menjawab : “Saya tidak asing lagi bagimu dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk menyertaiku dalam kebaikan saudara perempuanku” (H.R. Bukhari)
Wanita Menawarkan Dirinya Sendiri Untuk Dinikahi
Dari Tsabit bin Bunnani berkata : “Aku berada di sisi Anas dan di sebelahnya ada ada perempuannya. Anas berkata : “Seorang wanita datang kepada Rasulullah s.a.w. menawarkan dirinya seraya berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau berhasrat kepadaku?” (dalam riwayat lain berkata : Wahai Rasulullah aku datang hendak memberikan diriku kepadamu) Maka putri Anas berkata : “Betapa sedikit rasa malunya idih..idih” Anas berkata :”Dia lebih baik daripada engkau, dia menginginkan Nabi s.a.w. lalu menawarkan dirinya kepada Beliau” (H.R. Bukhari).
Menjelaskan hadits di atas Ibnu Hajar Asqolani berkata : ia (Bukhari) mengistimbath hukum dari hadit ini mengenai sesuatu yang tidak khusus yaitu dibolehkannya wanita menawarkan diri kepada laki-laki yang sholeh karena menyukai kesholehannya. (Fathul Bari Juz XI hal 79)
Dari uraian di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara kelaziman dan adat, laki-lakilah yang melamar wanita. Namun memang benar tak ada dalil ayat maupun hadits yang nyata-nyata melarang wanita melamar pria. Bahkan Umar bin Khattab r.a. pun menawarkan anak perempuannya bernama Hafshah kepada sahabat lainnya. Maka memang benar baik Rasulullah s.a.w. maupun para sahabat tidak menganggap tercela jika diri wanita itu sendiri atau pihak keluarga wanita atau utusan pihak wanita melamar seorang pria dengan catatan karena tertarik keshalehan pria tersebut.
Namun demikian, dikalangan wanita sendiri pada masa kehidupan Rasulullah s.a.w. sebenarnya tetap merasa malu dan merendahkan harga diri wanita jika wanita yang meminang laki-laki. Terbukti dari celaan putri dari Anas bin Malik r.a. yang mengatakan “betapa sedikit rasa malunya idih…idih..” ketika melihat ada wanita yang menawarkan dirinya pada Rasulullah s.a.w. Maka perasaan gengsi dan harga diri wanita lah yang menjadikan hal ini menjadi tabu. Namun hal ini juga tidak salah.
Maka kita mendapati bahwa oleh karena Rasulullah s.a.w. dan sahabat Nabi baik Khulafa’ur Rasyidin maupun sahabat lainnya, tabi’in dan ulama salaf lainnya pada umumnya melakukan pria lah yang melamar wanita. Maka akan merupakan kebaikan jika kita niatkan pihak pria lah yang melamar wanita karena kita mengikuti qudwah (teladan) ini. Namun sekali lagi tidak ada halangan dan larangan wanita lah yang melamar pria terutama jika si wanita mengharapkan keshalehan pria tsb. Wallahua’lam.















BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
          Dari uraian di muka dapat disimpulkan sebagai berikut:
·      Tradisi peminangan di Tuban, Jawa Timur, ternyata memiliki perbedaan dengan tradisi peminangan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya. Bentuk variasi tradisi itu ialah peminangan yang dilakukan oleh pihak keluarga perempuan kepada pihak keluarga laki-laki. Di tengah perubahan sosial yang terus terjadi, dapat dilihat adanya feno mena yang terus berlangsung (ajeg) dan ada fenomena yang berubah. Yang ajeg ialah pola peminangan yang dilakukan oleh perempuan kepada laki-laki sedesa, luar desa, dan luar kecamatan dengan bahan peminangan yang memiliki kekhasan dengan variasi yang mengalami perubahan, sedangkan yang berubah lebih nyata ialah akomodas i tradisi keluarga laki-laki yang akan dijodohkan dengan perempuan yang memiliki tradisi berbeda. Sebagai akibat peminangan yang dilakukan oleh keluarga perempuan, posisi perempuan lebih membutuhkan terhadap laki-laki sehingga berakibat lebih lanjut, yaitu secara ekonomis tanggung jawab perempuan lebih besar.
·      Menyangkut masalah hukum, peremuan melamar laki-laki, maka kita mendapati bahwa oleh karena Rasulullah s.a.w. dan sahabat Nabi baik Khulafa’ur Rasyidin maupun sahabat lainnya, tabi’in dan ulama salaf lainnya pada umumnya melakukan pria lah yang melamar wanita. Maka akan merupakan kebaikan jika kita niatkan pihak pria lah yang melamar wanita karena kita mengikuti qudwah (teladan) ini. Namun sekali lagi tidak ada halangan dan larangan wanita lah yang melamar pria terutama jika si wanita mengharapkan keshalehan pria tsb. Wallahua’lam.




IV.2.  Saran
Kiranya diperlukan suatu studi mendalam untuk menjawab kebenaran pernyataan ini dan untuk mengkaji apakah benar di dalam tradisi di mana kaum perempuan melakukan peminangan terhadap kaum laki-laki menjadikan peran dan tanggung jawab kaum perempuan menjadi lebih dominan. Hal ini menjadi penting terkait kajian tentang gender yang dia sumsikan perlunya kesetaraan. Artinya, dugaan adanya peran subordinat yang dialami oleh perempuan ini apakah memang nyata terkait dengan tradisi perempuan membutuhkan laki-laki atau hanya faktor yang kebetulan saja. Untuk masalah hokum perempuan melamar laki-laki itu sah-sah sja tergantung dari adat daerah itu sender karena kembali kepada norma-norma yang ada di suatu daerah mana yang dianggap logis atau tidak sehingga kami lebih menyetujui pluralisme hukum.










 Diakses dari : https://www.scribd.com/doc/28851422/contoh-kajian-kasus-antropologi#. Pada hari kamis tanggal 05 Oktober 2017.
Diakses dari : file:///E:/Semester%20VII/bhn/Muslimah%20Melamar%20Duluan,%20 Siapa%20Takut_.html Pada hari kamis tanggal 05 Oktober 2017.
Diakses dari : Diakses dari : file:///E:/Semester%20VII/bhn/Selimut%20Jagat_%20KETIKA %20WANITA%20MELAMAR%20PRIA.html. Pada hari kamis tanggal 05 Oktober 2017.











Asuransi Profesi

ASURANSI PROFESI

Setiap profesi yang dijalani oleh setiap orang pasti memiliki risiko, mulai dari risiko kecil hingga risiko besar bahkan sampai melibatkan pihak ketiga. Banyak  dari kita yang tidak sadar akan risiko-risiko dari profesi yang kita jalani. Padahal, risiko yang terjadi  dapat berakibat kerugian finansial hingga reputasi kita sendiri. Oleh karena itu, supaya kita bisa menjalani profesi  yang penuh risiko dengan tenang, ada yang namanya asuransi profesi. Di Indonesia, perusahaan asuransi masih  fokus pada perlindungan profesi dokter. Namun secara umum di beberapa negara lain, asuransi profesi yang tersedia sudah lebih beragam seperti  asuransi untuk profesi pengacara, arsitek, wartawan dan lain lain sehingga apapun profesi yang Anda jalani, bisa dilakukan dan dijalankan dengan tenang karena sudah di proteksi oleh asuransi.

A.    Pengertian Asuransi Profesi
 Asuransi profesi yakni asuransi yang  melindungi aset kita terhadap tuntutan hukum dari pihak ketiga, yang disebabkan karena kelalaian kita dalam menjalankan aktifitas yang berhubungan dengan profesi kita.

B.     Tujuan Asuransi Profesi
Tujuan utama dari Asuransi Profesi adalah untuk melindungi aset Anda terhadap pihak ketiga yang melakukan tindakan hukum, atau mengancam untuk mengambil tindakan hukum terhadap Anda atau perusahaan Anda.

C.    Asuransi Profesi Dokter
Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sering dihadapkan pada sifatnya juga dibutuhkan oleh kalangan penegak hukum dalam seksual korban dan memberikan keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk sembuh, cara, dan waktu kematian pada kejadian kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Pada korban yang tidak dikenal diperlukan untuk mengetahui identitasnya. Begitu pula pada penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan dan peracunan diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan kejadian yang terjadi secara medis. Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau petunjuk dan alat bukti dalam menyidik, mengajukan dan mengadili perkara pidana maupun perdata. Pada tahap penyidikan digunakan sebagai alat bukti dan petunjuk oleh para penyidik ​​dan di sidang pengadilan digunakan oleh jaksa, hakim dan pembela sebagai alat bukti yang sah.
 Praktik kedokteran merupakan suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, pelan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi wewenang oleh institusi yang penuh dalam bidang itu dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya . Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum terjadilah sebuah kontrak (rahasia kepada doktrin kontrak sosial ), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan ketentuan yang profesional yang berpraktek dibimbing profesional yang kompeten dan yang dilaksanakan praktek profesinya sesuai dengan standar.
Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien).Beberapa ciri profesionalisme itu merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan otoritas yang selalu "sesuai dengan tempat dan waktu", sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar profesionalisme tersebut dapat terwujud.
Sehingga Salah satu profesi yang selalu berhubungan dengan risiko pihak ketiga adalah profesi dokter. Meski sudah berpengalaman, dan berusaha dengan sebaiknya untuk menyembuhkan, namun masih ada kemungkinan usaha itu gagal. Tidak sedikit pasien yang menggugat dokter atau rumah sakit tempat ia berobat dengan dugaan malpraktek. Ketika hal ini terjadi banyak biaya yang akan ditanggung tergugat. Seperti membayar tuntutan kerugian,biaya pengacara pendamping, dan sebagainya.

D.    Sejarah Asuransi Profesi Dokter
Isu mengenai asuransi profesi dokter sudah lama dikenal di Amerika Serikat pada tahun 1970-an dan pertengahan 1980-an, Medical Liability Insurance bahkan meningkatkan tarif preminya untuk para dokter. Sedangkan, New South Wales, Australia dari tahun 1991-1995 juga membahas ulang mengenai Medical Liability Insurance. Peninjauan tersebut dimuat dalam The Review of Professional Indemnity: Arrangements for Health Care Professionals.
Asuransi Profesi Dokter terkenal pada tahun 1986 di Amerika Serikat sejak di buatnya undang-undang federal the Liability Risk Retention Act (15 U.S.C. sec. 3901). Namun, Keberadaan asuransi profesi dokter di Indonesia sendiri belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, namun telah ada beberapa perusahaan asuransi yang menawarkan program ini.

E.     Manfaat Asuransi Profesi Dokter
Seharusnya Asuransi Profesi Dokter Wajib Dimiliki Semua Dokter di Indonesia. Karena berkaitan dengan bagaimana usaha sang dokter untuk menyembuhkan pasien dengan sepenuh hati malah berujung pada justru si dokter malah digugat balik oleh si pasien nya sendiri? Inilah alasan nya mengapa semua dokter yang menjalani praktek di Indonesia perlu membekali diri mereka dengan asuransi profesi dokter. Tidak sedikit pasien yang menggugat dokter atau rumah sakit tempat ia berobat dengan dugaan malpraktek. Ketika hal ini terjadi banyak biaya yang akan ditanggung tergugat. Seperti membayar tuntutan kerugian,biaya pengacara pendamping, dan sebagainya.
Disinilah peran dari Asuransi Profesi dokter. Asuransi ini mengganti kerugian seorang dokter dari biaya-biaya yang mungkin timbul akibat kegagalan dari usahanya tersebut mendapat tuduhan malpraktek. Asuransi Profesi Dokter wajib dimiliki semua Dokter di Indonesia baik dokter yang sudah berpengalaman puluhan tahun maupun dokter dokter muda yang baru lulus dan baru mau terjun ke dunia kedokteran. Yang namanya manusia kadang kala tidak bisa luput juga dari kesalahan. Termasuk juga seorang dokter dalam menjalani pekerjaan kesehariannya.
Jangan pernah memiliki persepsi bahwa seorang dokter yang sangat berpengalaman tidak pernah luput dari kesalahan. Kadangkala ada banyak faktor yang dapat menimbulkan hal hal kesalahan semacam itu. Jadi sudah pasti bisa saja berbuat kesalahan secara tidak sengaja. Dan sebagai sesama manusia, kita perlu memakluminya karena kita sebagai manusia juga terkadang bisa berbuat kesalahan yang tidak kita sengaja.
Sebagai contoh, dokter yang jam terbangnya tinggi sehingga jam istirahatnya kurang sehingga mempengaruhi konsentrasi dan ketelitiannya saat menyembuhkan pasien. Jadi dalam hal ini, bisa saja terjadi ketidak sengajaan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga yaitu si pasien sehingga mereka akhirnya menggugat balik si dokter.
Bagaimana dengan dokter baru lulus dan belum berpengalaman dan belum memiliki jam terbang yang tinggi? sudah pasti memerlukan asuransi profesi dokter. Agar cita-cita dan mimpi sebagai dokter tidak kandas seketika itu juga apabila menghadapi masalah tuntutan seperti itu di saat Anda baru awal menjalani profesi yang baru ini. Sudah kuliah dokter mahal mahal, uang dari hasil praktek dokter juga belum balik modal untuk membayar biaya sekolah dokter, sekarang malah harus keluar uang pribadi lagi untuk bayar ganti rugi, serta langsung tamat karir dan langsung tutup tempat praktek saat itu juga karena gak kuat bayar ganti rugi.
Namun bukan berarti setelah memiliki asuransi, jadi malah boleh bersikap ceroboh dan tidak memberikan pengobatan yang terbaik buat pasien Anda ya. Ingat, sebagai dokter Anda kan telah di sumpah untuk selalu memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien pasien Anda. Terlebih lagi, Anda tentu ingin menjaga reputasi Anda sebagai seorang dokter dan pastinya juga gak mau dikenal sebagai dokter yang mengobati pasien nya secara asal asalan bukan karena mentang mentang sudah di back up oleh asuransi. Kesimpulannya, dengan membekali diri melalui asuransi profesi dokter, Anda dapat menjalankan profesi yang mulia ini dengan perasaan yang lebih tenang.

F.      Ruang Lingkup JaminanAsuransi Profesi Dokter
Peran dari Asuransi Profesi dokter untuk mengganti kerugian seorang dokter dari biaya-biaya yang mungkin timbul akibat kegagalan dari usahanya tersebut mendapat tuduhan malpraktek. Lingkup perlindungan asuransi profesi dokter diantaranya adalah:
1.      Mengganti kerugian cedera fisik/mental/kematian dari pihak ketiga yang disebabkan malpraktek oleh dokter atau karyawannya.
2.      Mengganti Kerugian Cedera Tubuh Dan / Atau Kerusakan Harta Benda Pihak Ketiga Akibat Kelalaian / Ketidaksengajaan Dokter.
3.      Penggantian terhadap biaya pengacara atau pengadilan, dimana secara hukum dokter  terbukti harus bertanggung jawab pada pihak ketiga (terbatas pada kasus perdata)
4.      Menjamin kelalaian dokter saat bertugas di luar lingkup ruang praktek sehari-hari karena keadaan mendesak atau darurat
Namun dalam asuransi profesi dokter terdapat pengecualian Umum yang tidak dapat ditanggung antara lain:
1.      Aktifitas Dokter Yang Berhubungan Dengan Perawatan Kecantikan (Beauty Care) .
2.      Kerusakan / Manipulasi Genetik .
3.      Penurunan Berat badan Dengan Menggunakan Obat-Obatan.
4.      AIDS Atau Penyakit Yang Berkaitan Dengan AIDS.

G.    Mekanisme Asuransi Profesi Dokter
         Perusahaan asuransi memastikan jumlah dokter yag bergabung dan premi yang harus dibayar
         Dasar Premi : Spesialisasi dokter, pengalaman kerja, sejarah klaim di masa lalu
         Premi dihitung dalam formulasi kompleks
         Perusahaan asuransi harus mempertimbangkan jumlah ganti rugi yang akan dibayar
         Uang Premi dikumpulkan lalu di inevestasi lagi (Reasuransi)

H.    Asuransi Tanggung Gugat Profesi Dokter
Praktik kedokteran tidak terlepas dari kelalaian dan perlu dikaji lebih serius dalam pandangan hukum kedokteran, sehingga memberikan kedudukan seimbang antara dokter dan pasien. “Tujuannya untuk mencari perlindungan dan jaminan hukum kedua pihak (dokter dan pasien, red). Kelalaian medik yang sering diistilahkan dengan malapraktik mempunyai perbedaan dengan risiko medik, sehingga perlu adanya jaminan hukum,
Terkait Alasan Pembenar Tindakan Medik Menurut Undang-Undang Praktek Kedokteran dan Standar Operasional Prosedur Dalam Sengketa Hukum Malapraktik. Didasari oleh maraknya tuntutan pasien terhadap praktik di bidang kedokteran yang terjadi di Indonesia, dan mengacu pada negara Amerika Serikat yang sengketa hukum malapraktik sudah lebih lengkap.
Namun di Indonesia, masih terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan keluarganya dengan hasil terapi medis yang tidak sesuai dengan harapan, terkadang menimbulkan praduga bahwa dokter melakukan malapraktik. Karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya tumbuh miskonsepsi yang menganggap bahwa setiap kegagalan praktek medis (misalnya hasil buruk atau tidak diharapkan selama dirawat di RS) sebagai akibat malpraktek medis atau akibat kelalaian medis.
Padahal suatu hasil tidak diharapkan di bidang kedokteran sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya, dari suatu perjalanan penyakit yang tidak berhubungan dengan tindakan medis dilakukan dokter serta hasil dari suatu resiko berlebihan karena suatu kelalaian atau karena suatu kesengajaan.
Fenomena lainnya yang sering menimbulkan sengketa medik dikarenakan faktor penyedia jasa medik, dalam hal ini RS dan dokter. Bahkan, banyaknya RS tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kesehatan maupun dokter, sehingga seorang dokter praktik di satu rumah sakit kemudian praktik juga pada tempat lain dan kadang di klinik milik pribadi bahkan sering menimbulkan yang dinamakan “malapraktik” karena kurangnya ketersediaan waktu bagi dokter untuk belajar dan memahami ilmunya.
Berbagai kasus kelalaian praktek kedokteran yang dibawa ke meja hijau juga dapat menjerat dokter dengan gugatan perdata dan harus menghadapi proses yang berkepanjangan. Hal ini kemudian menjadikan profesi kedokteran menjadi berlebihan karena takut dituntut dan akibatnya biaya berobat akan dipikul pasien menjadi sangat mahal. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa koridor hukum antara hak-hak pasien dan hak-hak dokter perlu diperjelas, antara kasus yang tergolong malpraktik atau sengketa medik lainnya.
Demikian pula supaya pihak dokter semakin profesional dan ahli di bidangnya sehingga dapat memberikan pelayanan medis dengan tepat dan benar, maka di lain pihak juga perlu mengerti hak-haknya sehingga tidak serta merta membawa sengketa medik ke pengadilan. Oleh karena itu selain asuransi profesi dokter, perlu juga harus menyediakan asuransi tanggung gugat profesi dokter agar para dokter dapat melaksanakan pengabdiannya kepada masyarakat tanpa merasa kuatir.
Asuransi tanggung gugat profesi dokter adalah asuransi yang memberikan jaminan kepada para dokter untuk memperoleh ganti rugi finansial yang dibayarkan kepada pihak ketiga, dalam hal ini pasien, apabila dokter tersebut secara hukum terbukti bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga tersebut. Dalam pengertian ini, dokter tersebut bukan hanya mewakili dirinya sendiri tetapi juga bawahannya, pegawai, perawat, atau orang-orang yang disuruh/ditunjuk oleh dokter tersebut untuk mengurus kepentingannya maupun benda-benda atau barangbarang yang berada di bawah pengawasan atau penyimpanannya.

I.       Perusahaan Asuransi Profesi Dokter Di Indonesia
1.      Allianz Insurance
Perusahaan asuransi terbesar yang bergerak pada bidang layanan asuransi dan manajemen asset. Berdiri pada tahun 1980 di Jerman dan saat ini perusahaan asuransi Allianz tersebar ke 70 negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Hadir di Indonesia sejak tahun 1981 melalui kantor perwakilannya di Jakarta, Tahun 1989.
Program asuransi profesi dokter pada Asuransi Allianz yakni Semua dokter yang memegang izin praktek resmi dari Departemen Kesehatan dan atau anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dengan batas maksimal umur dokter adalah 60 tahun bagi pemula dan 65 tahun bagi yang ingin memperpanjang.

Manfaat Jaminan
·         Mengganti kerugian akibat cedera fisik atau mental atau kematian pihak ketiga
·         Mengganti kerugian yang dialami pihak ketiga sebagai akibat oleh cedera tubuh, kerusakan harta benda akibat kelalaian
·         Memberikan penggantian biaya penelitian kerugian yang berkaitan dengan proses hukum, dimana tertanggung terbukti bertanggung jawab atas kerugian pihak ketiga
·         Jaminan ini juga melingkupi kelalain dalam profesinya dan kompetensinya yang dilakukan diluar ruang lingkup prakteknya sehari-hari dan bersifat darurat dan mendesak

2.      Asuransi Umum Bumi Putera (Bumida)
Didirikan pada tahun 1912 di Indonesia dan merupakan salah satu perusahaan asuransi yang tertua. Asuransi profesi dokter dengan ruang lingkup untuk mengganti kerugian dokter
Dasar Jaminan Polis yakni Occurrence Basis, yang hanya menjamin klaim/tuntutan yang terjadi pada masa periode pertanggungan polis. Dengan masa perpanjangan periode laporan klaim 14 hari  setelah masa pertanggungan polis.
Keuntungan dari perusahaan asuransi ini antara lain Pendampingan klaim, Analisis medikolegal, Penggantian Risiko Malpraktek, dan Penyuluhan medikolegal.

Kriteria ekslusi
·         Peristiwa yang timbul sebelum tanggal periode polis
·         Force Majeure
·         Kerugian akibat tindakan kecurangan, kriminal, balas dendam
·         Jasa medis yang bukan untuk alasan diagnosis
·         Kerugian langsung atau tidak langsung akibat radiasi ion atau kontaminasi radioaktif

Mekanisme klaim
         Penanggung melengkapi rekam medis kasus
         Membuat laporan kronologis kejadian medis yang mendasari tuntutan pasien
         Mengisi formulir Klaim fotokopi polis asuransi profes
         Menghubungi Bumida BumiPutera

Aspek Medikolegal
1.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 755 tahun 2011 tentang penyelanggaraan komite medik di rumah sakit
2.      Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 pasal 46
3.      Undang Undang Praktek No. 29 Tahun 2004 Kedokteran pasal 80
4.      Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 pasal 29
5.      Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 pasal 58

Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berhubungan dengan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal batas peraturan perundang - undangan yang berlaku di indonesia, dan pada beberapa bidang juga rahasia sumpah dokter dan kedokteran.
 Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, lanjut visum et repertum dengan rahasia kedokteran, surat kabar dan keterangan medis medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik), dan para pasien untuk pemeriksaan penidik










Sumber Materi

Diakses dari : http://www.asuransimitra.com/index.php/id/produk/asuransi-lainnya/asuransi-profesi. Pada hari sabtu tanggal 28 oktober 2017.
Diakses dari : https://www.scribd.com/doc/237154199/ASURANSI-PROFESI-DOKTER-DAN-ASPEK-MEDIKOLEGAL-pptx. Pada hari sabtu tanggal 28 oktober 2017.
Diakses dari : https://id.scribd.com/doc/97525314/Standar-Profesi-Dokter-Di-Bidang-Kedokteran. Pada hari sabtu tanggal 28 oktober 2017.
Diakses dari : https://allisyaprocare.wordpress.com/tag/asuransi-profesi-dokter/. Pada hari sabtu tanggal 28 oktober 2017.
Diakses dari : https://www.slideshare.net/proteksi-asset/profesi-dokter-power-point-2015 . Pada hari sabtu tanggal 28 oktober 2017.



  KETERKAITAN TEORI KEADILAN DENGAN PAJAK AIR TANAH Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak air tanah adalah pajak atas pengambila...