Sunday, 1 December 2019

Teori Hukum Menurut Charles Sampford (The Disorder Of Law)


Teori Hukum Menurut Charles Sampford (The Disorder Of Law)

Charles Sampford memandang hukum tidaklah merupakan bangunan yang penuh dengan keteraturan yang logis rasional melainkan sebaliknya, suatu yang bersifat melee (cair,fluid). Dari tiga karakteristik hukum menurut Sampford, dapat diringkas bahwa ketika sampford menggunakan istilah sosial malee dan legal melee, maka istilah melee diartikan sebagai keadaan yang cair (fluid), sehingga tidak mempunyai format atau struktur yang pasti dan tidak kaku. Menurut Sampford hubungan antar manusia itu bersifat malee, baik dalam kehidupan sosialnya maupun dalam kehidupan hukumnya. Hukum dibangun dari hubungan antarmanusia yang melee tadi, yaitu hubungan sosial antara-individu denan keseluruhan variasi dan kompleksitasnya, ang cenderung ke arah yang sifatna asimetris.
Bagi sampford, skema dan hubungan hukum yang dirumuskan secara eksplisit dalam perundang-undangan, tidak menghilangkan sifat malee di belakangnya, sebab dibelakang hukum positif itu senantiasa terjadi interaksi antarmanusia, yang lebih menentukan ketimbang undang-undang, tentang apa yang terjadi dengan peraturan perundang-undanagn itu. Misalnya, pasal undang-undang boleh saja menentukan bahwa jika si A tidak bayar piutang oleh si B, maka si A harus menggugat dengan gugatan “wanprestasi” dipengadilan. Tetapi apa yang terjadi didalam kenyataannya, tergantung pada relevansi antara interaksi si A dan si B dengan lingkungan sosial dengan lnkungan kulturnya. Jika kultur yang dianut si A percaya pada pranata pengadilan, maka tentu si A akan menggunakan peradilan sebagai sarana untuk mengembalikan uangnya. Tetapi sebaliknya, jika kultur yang dianut oleh si A ternyata tidak mempercayai bahwa pengadilan bakal mampu memenuhi kebutuhan dan rasa keadilannya, maka terhadap si A masih tersedia banyak pilihan lain. Si A dapat memilih mediator untuk membujuk untuk mengintimidasi si B agar membayar utangnya, mungkin dengan penggunaan seorang dept collector (tunkang pukul). Jadi contoh ini menurut sampford membuktikan bahwa pada akhirnya yang muncul adalah legal melee tersebut, ia memberi arti terhadap suatu peraturan, sehingga arti itu ditentukan oleh posisi dari orang yang memberi arti itu.
Kenyataan yang terjadi di masyarakat bahawa masyarakat tidak terpaku pada suatu keteraturan tertentu mengenai suatu hal tertentu, meskipun sebenarnya itulah peraturan yang ditujukan untuk mengatasi ketidakberaturan dalam masyarakat. Tetapi hubungan antara individu antar sosial yang terjadi menyebabkan peraturan itu tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mengatasi ketidakteraturan yang berkuasa tetapi dari ketidakteraturan yang timbul ini dapat diperoleh pemahaman tentang apa yang sebenarnya kurang atau tidak terdapat dalam peraturan yang bersangkutan.
Kemudian dengan kekuasan dan kekuatan yang ada pada masing-masing, para pelaku hukum membuat putusan-putusan yang subjektif. Misalnya, hakim melihat perannya sebagai pembuat putusan pribadi, advokat akan menggali dalam perundang-undangan  yang ada untuk celah-celah bagi kepentingan kliennya, sedangkan rakyat melihat hukum sebagai tindakan pejabat aparat hukum. Diatas basis sosial yang demikian itulah sesungguhnya hukum itu ada dan mengada ditengah-tengah masyarakat yang tidak teratur, sehingga hukumpun sesungguhnya penuh dengan ketidakteraturan. Bagaimana mungkin keadaaannya yang dalam kenyataannya penuh dengan ketidakteraturan itu dalam postivis dilihat sebagai sesuatu yan penuh dengan keteraturan. Dengan demikian maka sebetulnya keteraturan itu bukan sesuatu yang nyata ada dalam kenyataan, melainkan sesuatu yang oleh para positivis ingin dilihat ada.
Misalnya, seorang pembunuh yang seharusnya dihukum selama 20 tahun atau maksimalnya hukuman mati. Namun karena mungkin ia mempunyai hubungan yang baik dengan pihak kejaksaan dan pengadilan, maka ia hanya memperoleh hukuman katakanlah selama 5 tahun. Suatu hukuman yang ringan dibandingkan dengan perbuatannya yang telah menghilangkan nyawa  orang lain. Berangkat dari hal ini, keluarga korban yang tidak puas dengan hukuman sang pembunuh yag ringan ingin menuntut balas dan salah satu anggota keluarga korban akhirnya membunuh yang bersangkutan. Contoh kejadian seperti ini memperlihatkan bahwa hukum itu tidak selamanya menimbulkan keteraturan yang terjadi malah hal yang sebaliknya yaitu ketidakteraturan.
Pandangan positivisme sebenarnya tidak lagi mampu menjelaskan, apalagi menemukan solusi terhadap kekacauan (chaos) yang sedang melanda indonesia, sebab kondisi hukum dan keadaan di indonesia telah diperpara dengan berbagai perilaku pejabat negara dan warga masyarakat yang kurang terpuji yang menyebabkan atau menimbulkan kadang chaos di negara ini. Sehingga untuk menjelaskan keadaan ini memerlukan penjelasan yang dapat diberikan dengan gamblang menggunakan teori chaos yang intinya bukan ketidakteraturan melainkan keteraturan apabila dilihat secara holistik, sehingga berbagai peristiwa yang menimbulkan keadaan chaos itu akan dipahami sebagai keteraturan dalam ketidakberaturan. Misalnya, vonis terhadap parto warga desa parante kecematan asam bagus tersangka “ pencuri lima batang tanaman jagung. Contoh kasus ini menjadi sulit dipahami oleh ahli hukum yag berpegang kukuh terhadap optik preskriptif yang merupakn suatu attached concern terhadap hukum positif, serta mendasarkan pada model pendekatan doktrinal yang berdasarkankan logika deduktif normatif dalam melihat dan menyelesaikan kasus-kasus yang ada.
Dapat disimpulkan bahwa teori chaos yang dianggap berkenaan dengan ketidakteraturan, pada saat yang sama berbicara tentang keteraturan. Keteraturan dan kekacauan ini dipandang sebagai dua kekuatan yang saling berhubungan, yang satu mengandung yang lain dan yang satu mengisi yang lain, sehingga chaos secara spontan muncul dalam keteraturan, sementara keteraturan muncul di tengah kekacauan. Untuk itu saya sependapat dengan teori hukum Charles sampfroad bahwa dalam hukum tidak selamnya terdapat keteraturan tetapi hukum juga dapat menimbulkan ketidakteraturan, meskipun tidak mungkin memprediksi keadaan secara pasti tetapi perilaku seluruh kondisi tersebut mudah diketahui.
Ciri-Ciri Hukum Menurut Charles Sampford

1.      Written (tertulis)
Hukum tertulis baik yang dikodivikasikan ataupun tidak dikodivikasikan, jika hukum tersebut dikodivikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian hukum, adanya kekuasaan hukum dan adanya penyederhanaan hukum, sedangkan kekurangannya yaitu bergeraknya hukum menjadi lambat dan tidak mampu dengan cepat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
2.      Socially relevant (relevan secara sosial)
Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakat, karena hukum itu sendiri merupakan saran pengatur masyarakat dan bekerja didalam masyarakat. Itulah sebabnya hukum tidak terlepas dari gagasan maupun pendapat-pendapat yang hidup dikalangan anggota masyarakat, agar hukum dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya.
3.      Created by a public body (dibuat oleh suatu badan publik)
Undang-undang adalah salah satu instrumen untuk mengatur masyarakat yang dicita-citakan. Karena itu proses pembentukannya harus dilakukan dengan prinsip check and blance antar lembaga negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangan yang dimilikinya.
4.      Backed by coercion (didukung oleh paksaan)
Untuk itu hukum berisi perintah dan larangan
5.      Enforched by courts and police (ditegankkan oleh pengadilan dan polisi)
Agar hukum dapar ditegakkan jika terjadi pelanggaran
6.      Possessing moral force (memilik kekuatan moral)
Kultur hukum merupakan sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga unsur kultur hukum inilah yang menentukan mengapa orang patuh atau tidak terhadap hukum. Contohnya, pada suatu kasus perjanjian meskipun dalam perjanjian itu tidak didasarkan pada undang-undang yang ada, tetapi tidak bertentangan dengan moral dan ketertiban umum, perjanjian itu tetap sah sehingga prinsi hukum dan moral bahwa perjanjian itu harus ditaati, sehingga tercipta bentuk jaminan kebendaan yang baru yang sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang
7.      Obeyed or used by most of the  people mast of  the time ( ditaati atau digunakan disebagain besar waktu oleh sebagian besar orang)
Untuk mengatur  tingkah laku manusia agar tercipta ketertiban, kenyamanan, keamanan, dan keadilan, hal ini tentu saja dapat dilihat dari suatu tindakan masyarakt untuk dinilai apakah layak untuk dijadikan sebagi suatu aturan yang harus ditati atau tidak, sehingga aturan ang ada lahir dari kebiasan yang baik dari masyarakat
8.      Expressible in the from of rule (dapat diungkapan dalam bentuk suatu aturan)
Asas yang melahirkan norma hukum, kemudian norma hukum yang melahirkan aturan hukum. Dari satu asas hukum dan satu norma hukum dapat melahirkan lebih dari satu aturan hukum hingga tak terhingga jumlahnya. Contohnya asas hukum “pengakuan terhadap hak milik individu”, dapat melahirkan norma hukum, antara lain: tidak boleh mengabil hak milik orang lain, tidak boleh murusak hak milik orang lain, dan sebagainya. Dari norma hukum tidak boleh mengambil hak milik orang lain, muncullah berbagai aturan di dalam perundang-undangan. Contohnya pasal 362 KUHP tentang ancaman pidana pencurian, pasal 372 KUHP tentang ancaman pidana bagi penggelapan.
9.      In accord with the natural law and the valves  of members  of the society the spawned if (sesuai dengan isi hukum alam dan nilai-nilai warga masyarakat yang melahirkannya)
Nilai merupakan dasar dari moral/etika. Contohnya, suatu nilai yang lazim dianut oleh masyarakatdi indonesia bahwa persetubuh antara seseorang pria dan wanita barulah wajar dilakukan jika keduanya terikat suatu perkawinan yang sah. Secara moral/etika berarti berzinah merupakan perbuatan yang salah, yang kemudian dirumuskan kedalam kaidah hukum. Kaidah seperti itulah yang kemudian mengatur perilaku manusia sehingga timbul pola perilaku tertentu.
10.  Genaral (umum)
Hukum harus umum agar fleksibel,  jika khusus maka akan tertinggal dengan objeknya
11.  Promulgated (diumumkan resmi)
Agar setiap orang mengetahui aturan-aturan yang ada, sebab ketidaktahuan hukum bukan alasan pemaaf dan pembenar
12.  Non retroactive (tidak berlaku surut)
Jika aturan berlaku surut maka akan merusak integritas hukum
13.  Clear (jelas)
Agar mudah dipahami
14.  Non contradictory (tidak kontradiksi)
Agar tidak terjadi kontradiksi maka diperlukan asas
15.  Not requiring impossible action (tidak menuntut tindakan yang mustahil)
Agar tidak ada alasan untuk tidak menaati hukum
16.  In frequently changed (jarang berubah)
Hukum dalam membuat aturan tidak berubah-ubah karena akan terjadi kesemrawutan
Berdasarkan hal tersebut diatas , maka saya dapat menyimpulkan bahwa cri-ciri yang dikemukakan oleh Charles Sampfroad untuk saat ini sudah mencakup ciri-ciri yang diperlukan dalam membentuk suatu hukum, meskipun demikian ada beberapa hal yang saya tidak sependapat misalnya harus tetulis, menurut saya selain hukum tertulis juga perlu adanya pengakuan terhadap hukum tidak tertulis meskipun peraturannya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kepentingan yeng menghendakinya, tetapi selama itu baik mengapa tidak diakui sebagi hukum. Ditegakkan oleh pengadilan dan polisi, menurut saya tidak semua permasalahan harus ditegakkan oleh pengadilan dan polisi tetapi juga dapat diselesaikan diluar pengadilan.

Sumber:
Achmad Ali, 2009, “Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradialan”, Jakarta: Kencana

1 comment:

  KETERKAITAN TEORI KEADILAN DENGAN PAJAK AIR TANAH Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak air tanah adalah pajak atas pengambila...