Teori Hukum Menurut Charles Sampford (The Disorder Of
Law)
Charles
Sampford memandang hukum tidaklah merupakan bangunan yang penuh dengan
keteraturan yang logis rasional melainkan sebaliknya, suatu yang bersifat melee (cair,fluid). Dari tiga
karakteristik hukum menurut Sampford, dapat diringkas bahwa ketika sampford
menggunakan istilah sosial malee dan legal melee, maka istilah melee
diartikan sebagai keadaan yang cair (fluid), sehingga tidak mempunyai format
atau struktur yang pasti dan tidak kaku. Menurut Sampford hubungan antar
manusia itu bersifat malee, baik dalam
kehidupan sosialnya maupun dalam kehidupan hukumnya. Hukum dibangun dari
hubungan antarmanusia yang melee tadi, yaitu hubungan sosial antara-individu
denan keseluruhan variasi dan kompleksitasnya, ang cenderung ke arah yang
sifatna asimetris.
Bagi
sampford, skema dan hubungan hukum yang dirumuskan secara eksplisit dalam
perundang-undangan, tidak menghilangkan sifat malee di belakangnya, sebab
dibelakang hukum positif itu senantiasa terjadi interaksi antarmanusia, yang
lebih menentukan ketimbang undang-undang, tentang apa yang terjadi dengan
peraturan perundang-undanagn itu. Misalnya, pasal undang-undang boleh saja
menentukan bahwa jika si A tidak bayar piutang oleh si B, maka si A harus
menggugat dengan gugatan “wanprestasi” dipengadilan. Tetapi apa yang terjadi
didalam kenyataannya, tergantung pada relevansi antara interaksi si A dan si B
dengan lingkungan sosial dengan lnkungan kulturnya. Jika kultur yang dianut si
A percaya pada pranata pengadilan, maka tentu si A akan menggunakan peradilan
sebagai sarana untuk mengembalikan uangnya. Tetapi sebaliknya, jika kultur yang
dianut oleh si A ternyata tidak mempercayai bahwa pengadilan bakal mampu
memenuhi kebutuhan dan rasa keadilannya, maka terhadap si A masih tersedia
banyak pilihan lain. Si A dapat memilih mediator untuk membujuk untuk
mengintimidasi si B agar membayar utangnya, mungkin dengan penggunaan seorang dept collector (tunkang pukul). Jadi contoh
ini menurut sampford membuktikan bahwa pada akhirnya yang muncul adalah legal melee tersebut, ia memberi arti
terhadap suatu peraturan, sehingga arti itu ditentukan oleh posisi dari orang
yang memberi arti itu.
Kenyataan
yang terjadi di masyarakat bahawa masyarakat tidak terpaku pada suatu
keteraturan tertentu mengenai suatu hal tertentu, meskipun sebenarnya itulah
peraturan yang ditujukan untuk mengatasi ketidakberaturan dalam masyarakat.
Tetapi hubungan antara individu antar sosial yang terjadi menyebabkan peraturan
itu tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mengatasi ketidakteraturan yang
berkuasa tetapi dari ketidakteraturan yang timbul ini dapat diperoleh pemahaman
tentang apa yang sebenarnya kurang atau tidak terdapat dalam peraturan yang
bersangkutan.
Kemudian
dengan kekuasan dan kekuatan yang ada pada masing-masing, para pelaku hukum
membuat putusan-putusan yang subjektif. Misalnya, hakim melihat perannya sebagai
pembuat putusan pribadi, advokat akan menggali dalam perundang-undangan yang ada untuk celah-celah bagi kepentingan
kliennya, sedangkan rakyat melihat hukum sebagai tindakan pejabat aparat hukum.
Diatas basis sosial yang demikian itulah sesungguhnya hukum itu ada dan mengada
ditengah-tengah masyarakat yang tidak teratur, sehingga hukumpun sesungguhnya
penuh dengan ketidakteraturan. Bagaimana mungkin keadaaannya yang dalam kenyataannya
penuh dengan ketidakteraturan itu dalam postivis dilihat sebagai sesuatu yan
penuh dengan keteraturan. Dengan demikian maka sebetulnya keteraturan itu bukan
sesuatu yang nyata ada dalam kenyataan, melainkan sesuatu yang oleh para
positivis ingin dilihat ada.
Misalnya,
seorang pembunuh yang seharusnya dihukum selama 20 tahun atau maksimalnya hukuman
mati. Namun karena mungkin ia mempunyai hubungan yang baik dengan pihak
kejaksaan dan pengadilan, maka ia hanya memperoleh hukuman katakanlah selama 5 tahun.
Suatu hukuman yang ringan dibandingkan dengan perbuatannya yang telah
menghilangkan nyawa orang lain.
Berangkat dari hal ini, keluarga korban yang tidak puas dengan hukuman sang
pembunuh yag ringan ingin menuntut balas dan salah satu anggota keluarga korban
akhirnya membunuh yang bersangkutan. Contoh kejadian seperti ini memperlihatkan
bahwa hukum itu tidak selamanya menimbulkan keteraturan yang terjadi malah hal
yang sebaliknya yaitu ketidakteraturan.
Pandangan
positivisme sebenarnya tidak lagi mampu menjelaskan, apalagi menemukan solusi
terhadap kekacauan (chaos) yang sedang melanda indonesia, sebab kondisi hukum
dan keadaan di indonesia telah diperpara dengan berbagai perilaku pejabat
negara dan warga masyarakat yang kurang terpuji yang menyebabkan atau
menimbulkan kadang chaos di negara ini. Sehingga untuk menjelaskan keadaan ini
memerlukan penjelasan yang dapat diberikan dengan gamblang menggunakan teori
chaos yang intinya bukan ketidakteraturan melainkan keteraturan apabila dilihat
secara holistik, sehingga berbagai peristiwa yang menimbulkan keadaan chaos itu
akan dipahami sebagai keteraturan dalam ketidakberaturan. Misalnya, vonis
terhadap parto warga desa parante kecematan asam bagus tersangka “ pencuri lima
batang tanaman jagung. Contoh kasus ini menjadi sulit dipahami oleh ahli hukum
yag berpegang kukuh terhadap optik preskriptif yang merupakn suatu attached
concern terhadap hukum positif, serta mendasarkan pada model pendekatan doktrinal
yang berdasarkankan logika deduktif normatif dalam melihat dan menyelesaikan
kasus-kasus yang ada.
Dapat
disimpulkan bahwa teori chaos yang dianggap berkenaan dengan ketidakteraturan,
pada saat yang sama berbicara tentang keteraturan. Keteraturan dan kekacauan ini
dipandang sebagai dua kekuatan yang saling berhubungan, yang satu mengandung
yang lain dan yang satu mengisi yang lain, sehingga chaos secara spontan muncul
dalam keteraturan, sementara keteraturan muncul di tengah kekacauan. Untuk itu
saya sependapat dengan teori hukum Charles sampfroad bahwa dalam hukum tidak
selamnya terdapat keteraturan tetapi hukum juga dapat menimbulkan ketidakteraturan,
meskipun tidak mungkin memprediksi keadaan secara pasti tetapi perilaku seluruh
kondisi tersebut mudah diketahui.
Ciri-Ciri Hukum Menurut Charles
Sampford
1.
Written (tertulis)
Hukum tertulis
baik yang dikodivikasikan ataupun tidak dikodivikasikan, jika hukum tersebut
dikodivikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian hukum, adanya
kekuasaan hukum dan adanya penyederhanaan hukum, sedangkan kekurangannya yaitu
bergeraknya hukum menjadi lambat dan tidak mampu dengan cepat mengikuti hal-hal
yang terus bergerak maju.
2.
Socially relevant (relevan secara sosial)
Hukum memiliki
hubungan timbal balik dengan masyarakat, karena hukum itu sendiri merupakan
saran pengatur masyarakat dan bekerja didalam masyarakat. Itulah sebabnya hukum
tidak terlepas dari gagasan maupun pendapat-pendapat yang hidup dikalangan
anggota masyarakat, agar hukum dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya.
3.
Created by a public body (dibuat oleh suatu badan
publik)
Undang-undang
adalah salah satu instrumen untuk mengatur masyarakat yang dicita-citakan.
Karena itu proses pembentukannya harus dilakukan dengan prinsip check and blance antar lembaga negara
sesuai dengan kedudukan dan kewenangan yang dimilikinya.
4.
Backed by coercion (didukung oleh paksaan)
Untuk itu hukum
berisi perintah dan larangan
5.
Enforched by courts and police (ditegankkan oleh
pengadilan dan polisi)
Agar hukum dapar
ditegakkan jika terjadi pelanggaran
6.
Possessing moral force (memilik kekuatan moral)
Kultur hukum
merupakan sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga unsur
kultur hukum inilah yang menentukan mengapa orang patuh atau tidak terhadap
hukum. Contohnya, pada suatu kasus perjanjian meskipun dalam perjanjian itu
tidak didasarkan pada undang-undang yang ada, tetapi tidak bertentangan dengan
moral dan ketertiban umum, perjanjian itu tetap sah sehingga prinsi hukum dan
moral bahwa perjanjian itu harus ditaati, sehingga tercipta bentuk jaminan
kebendaan yang baru yang sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang
7.
Obeyed or used by most of the people mast of the time ( ditaati atau digunakan disebagain
besar waktu oleh sebagian besar orang)
Untuk mengatur tingkah laku manusia agar tercipta
ketertiban, kenyamanan, keamanan, dan keadilan, hal ini tentu saja dapat
dilihat dari suatu tindakan masyarakt untuk dinilai apakah layak untuk
dijadikan sebagi suatu aturan yang harus ditati atau tidak, sehingga aturan ang
ada lahir dari kebiasan yang baik dari masyarakat
8.
Expressible in the from of rule (dapat diungkapan
dalam bentuk suatu aturan)
Asas yang melahirkan
norma hukum, kemudian norma hukum yang melahirkan aturan hukum. Dari satu asas
hukum dan satu norma hukum dapat melahirkan lebih dari satu aturan hukum hingga
tak terhingga jumlahnya. Contohnya asas hukum “pengakuan terhadap hak milik
individu”, dapat melahirkan norma hukum, antara lain: tidak boleh mengabil hak
milik orang lain, tidak boleh murusak hak milik orang lain, dan sebagainya.
Dari norma hukum tidak boleh mengambil hak milik orang lain, muncullah berbagai
aturan di dalam perundang-undangan. Contohnya pasal 362 KUHP tentang ancaman
pidana pencurian, pasal 372 KUHP tentang ancaman pidana bagi penggelapan.
9.
In accord with the natural law and the valves of members
of the society the spawned if (sesuai dengan isi hukum alam dan
nilai-nilai warga masyarakat yang melahirkannya)
Nilai merupakan
dasar dari moral/etika. Contohnya, suatu nilai yang lazim dianut oleh
masyarakatdi indonesia bahwa persetubuh antara seseorang pria dan wanita
barulah wajar dilakukan jika keduanya terikat suatu perkawinan yang sah. Secara
moral/etika berarti berzinah merupakan perbuatan yang salah, yang kemudian
dirumuskan kedalam kaidah hukum. Kaidah seperti itulah yang kemudian mengatur
perilaku manusia sehingga timbul pola perilaku tertentu.
10.
Genaral (umum)
Hukum harus umum
agar fleksibel, jika khusus maka akan
tertinggal dengan objeknya
11.
Promulgated (diumumkan resmi)
Agar setiap
orang mengetahui aturan-aturan yang ada, sebab ketidaktahuan hukum bukan alasan
pemaaf dan pembenar
12.
Non retroactive (tidak berlaku surut)
Jika aturan
berlaku surut maka akan merusak integritas hukum
13.
Clear (jelas)
Agar mudah
dipahami
14.
Non contradictory (tidak kontradiksi)
Agar tidak
terjadi kontradiksi maka diperlukan asas
15.
Not requiring impossible action (tidak menuntut
tindakan yang mustahil)
Agar tidak ada
alasan untuk tidak menaati hukum
16.
In frequently changed (jarang berubah)
Hukum dalam
membuat aturan tidak berubah-ubah karena akan terjadi kesemrawutan
Berdasarkan
hal tersebut diatas , maka saya dapat menyimpulkan bahwa cri-ciri yang
dikemukakan oleh Charles Sampfroad untuk saat ini sudah mencakup ciri-ciri yang
diperlukan dalam membentuk suatu hukum, meskipun demikian ada beberapa hal yang
saya tidak sependapat misalnya harus tetulis,
menurut saya selain hukum tertulis juga perlu adanya pengakuan terhadap hukum
tidak tertulis meskipun peraturannya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan
kepentingan yeng menghendakinya, tetapi selama itu baik mengapa tidak diakui
sebagi hukum. Ditegakkan oleh pengadilan
dan polisi, menurut saya tidak semua permasalahan harus ditegakkan oleh
pengadilan dan polisi tetapi juga dapat diselesaikan diluar pengadilan.
Sumber:
Achmad Ali, 2009, “Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradialan”, Jakarta: Kencana
Sumber:
Achmad Ali, 2009, “Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradialan”, Jakarta: Kencana
tengkiyu kak
ReplyDelete