PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN FASILITAS JALAN DI KABUPATEN DONGGALA
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
Problematika pengembangan fasilitas jalan merupakan
persoalan bersama yang harus diselesaikan. Dalam hal ini perlu adanya
koordinasi dari pemerintah daerah, dan masyarakat. Koordinasi tersebut
diwujudkan dengan adanya dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan pengembangan
fasilitas jalan serta bagaimana penataan dan
pengaturannya, sehingga tersedianya jalan yang layak di tiap-tiap daerah sehingga bisa menunjang perekonomian masyarakat. Pengembangan fasilitas jalan juga
diharapkan tidak merusak atau menurunkan kualitas lingkungan hidup yang ada
disekitarnya agar dapat tercipta tata ruang yang mempertahankan ekosistem
lingkungan fisik maupun sosial yang ada
di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya penataan bagi jalan untuk mewujudkan fungsi tata ruang daerah yang
optimal, dalam hal ini menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan itu sendiri.
Selain itu di Kabupaten Donggala Khususnya di sepanjang Jalan yang berada di kawasan
permukiman yang menjadi pusat daerah dan lalu lintas kendaraan justru di daerah inilah
banyak jalan yang tidak layak mulai dari ukuran dan kualitasnya serta, sebagian besar peruntukan jalan berbeda antara kawasan. Sehingga para pengguna jalan terganggu
atau terenggut haknya untuk merasakan kenyamana dalam berkendara
dijalan, karena jalan-jalan yang bagus hanya dikawasan-kawasan
tertentu saja. Bahkan jalan-jalan yang berada di kawasa permukiman terutama di
daerah yang padat tidak sesuai, yang bahkan aktivitas dijalan dapat mengganggu
kenyamanan lingkungam masyarakat sekitar.
Selain permasalahan di atas,
ketersedian prasaana jalan juga dapat berdampak pada
keselamatan masyarakat seperti rawannya
kecelakaan lalu lintas yang juga akan berdampak terhadap perekonomian. Sebagai contoh, perusahaan hanya akan masuk disuatu daerah untuk
berinvestasi jika daerah tersebut sudah terdapat sarana-sarana yang layak,
salah satunya jalan. Sebab dari sisi lokasi dan letak, keberadaan jalan yang kurang tertata mengganggu eksistensi ruang lalu lintas kendaraan yang
berlalu lalang.
Banyak kasus yang mendasari pengembangan
fasilitas jalan terhadap fungsi tata ruang daerah untuk
segera dilaksanaka. Di satu sisi, pemerintah
harus mementingkan kepentingan umum, walaupun dalam pelaksanaannya akan
menganggu kepentingan pribadi masyarakat. Dalam hal
ini berarti diharapkan masyarakat tetap bersedia
apabila rumah mereka ataupu halaman rumah mereka digusur ataupun para pedagang
kaki lima yang berjualan di pinggir jalan. Dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan tentu akan mengganggu aktivistas
lalu lintas, tetapi untuk
optimalisasi fungsi tata ruang yang ada. Sebagai contoh adanya
penutupan jalan sehingga pengguna jalan terenggut haknya tidak dapat menikmati fasilitas umum yang ada dan
keselamatannya terganggu. Selain hal tersebut terkadang menimbulkan polusi
udara dan menggangu kebersihan di sekitar jalan yang menyebabkan lokasi tersebut terlihat kotor atau kumuh.
Banyak dari Pengembangan
fasilitas jalan mengalami kondisi dilematis.
Di satu sisi, pemerintah ingin memperbaiki
jalan secara keseluruhan di tempat yang strategis
sehingga akan lebih mudah mendapatkan keuntungan, tetapi loksi strategis tersebut
terdapat permukiman warga sehingga memerlukana biaya yang
besar terutama dalam hal ganti rugi. Namun dengan
ketersediaan fasilitas publik yang
teganggu maka seharusnya hal tersebut mesti dilaksanakan. Oleh karena itu pihak Pemerintah Daerah harusnya berupaya untuk menata keberadaan jalan di kabupaten donggala, meskipun banyak
problematika yang timbul akibat pengembangan fasilitas jalan. Untuk itu
pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya agar
meminimalisir terjadinya ketidaksesuain antara yang ada dalam rencana tata
ruang wilyah dengan kondisi yang ada di lapangan.
I.2. Rumusan dan
Identifikasi Masalah
Dalam penulisan laporan ini
tentulah saya memiliki beberapa perumusan
masalah terkait problematika pengembangan fasilitas jalan guna meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah. Perumusan masalah ini,
yakni sebagai berikut :
I.2.1. Apakah terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan
Peraturan
Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Donggala Tahun 2011 – 2031, terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten
Donggala?
I.2.2. Dampak apa yang akan ditimbulkan dari pengembangan fasilitas jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya
dengan peraturan lain terkait dengan jalan?
I.3.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan yang saya buat ini yakni, sebagai
berikut :
I.3.1. Untuk mengetahui ketimpangan dalam pelaksanaan Peraturan
Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031 terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten
Donggala yang timpang .
I.3.2. Untuk mengetahui Dampak apa yang akan ditimbulkan dari
pengembangan jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman
di kabupaten donggala yang tidak sesuai dengan penataan
ruang, serta kaitannya dengan peraturan lain terkait dengan jalan.
I.4. Manfaat Penulisan
Dengan diselesaikannya laporan ini, penulisan laporan ini diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis
sebagai berikut :
I.4.1. Kegunaan
teoritis
Semoga laporan ini bermanfaat untuk memberikan wawasan dan masukan yang sangat penting
bagi saya selaku penyusun laporan ini, terutama dalam pembentukan asumsi
khususnya dala ruang lingkup tata ruang terkait pelaksanaan
pengembangan fasilitas jalan.
I.4.2. Kegunaan
praktis
Semoga laporan ini dapat dijadikan sebagai acuan yang penting bagi pihak-pihak yang
terkait dengan permasalahan yang menyangkut tentang peran pemerintah
khususnya dinas PU Bagian tata ruang dalam mengatasi problematika pengembangan fasilitas jalan untuk
melaksanakan Peraturan
Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031.
I.5. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini, saya menggunakan metode yuridis normatif yang berbentuk studi pustaka. Yaitu
tekhnik pengambilan data yang didasarkan pada sumber-sumber primer dan sekunder, serta
melakukan penelitian maupun wawancara.
I.6. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam laporan ini adalah :
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
Bab I : pendahuluan, yang
terdiri dari : latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : tinjauan pustaka, yang
terdiri dari : teori hukum, asas hukum, dan landasan hukum.
Bab III : pembahasan, yang terdiri dari :, pelaksanaan
Peraturan
Daerah Kabupaten Donggala Nomor
1 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031 terkait
pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala, Dampak apa yang akan ditimbulkan dari pengembangan
jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan
permukiman, yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya dengan
peraturan lain terkait dengan jalan?
Bab IV : penutup, yang terdiri
dari : kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSATAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori Hukum
A.
Teori
Penegakan Hukum
Menurut Black’s Law Dictionary, penegakan hukum (law enforcement),
diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the
execution of a law; the carrying out of a mandate or command”. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan
norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di
belakangnya. Aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum
(legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait
dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan
(law making process).
B. Teori Efektifitas Hukum
Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto,
efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Pertama;
faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua; faktor penegak hukum, yakni
pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga; faktor sarana atau
fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor masyarakat, yakni
lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kelima; faktor
kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Menurut Mochtar Koesoemaatmadja bahwa tujuan pokok penerapan hokum apabila
hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya mesyarakat yang
teratur ; di samping itu tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan yang
berbeda-beda isi dan ukurannya,menurut masyarakat pada zamannya.
II.2. Asas Hukum
Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara
hukum. Dalam pelaksaanaan perencanaan tata ruang oleh Dinas
PU bagian tat ruang dalam menertibkan pembagunan,
salah satunya terkait pengembangan fasilitas jalan khususnya di Jalan yang berada
di sekitar permukiman warga harus berlandaskan dasar hukum
yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pelaksanaan Peraturan
Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031, yang sekaligus berhubungan dengan penataan ruang kota di Kabupaten Donggala.
Dasar Hukum itu dilandasi oleh asas
penataan ruang sebagaimana disebutkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang
penataan ruang :
A.
Asas Keterpaduan
Asas Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat
lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku
kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
B.
Asas Keserasian, Keselarasan,
dan Keseimbangan
Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan
adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara
struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan
lingungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta
antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
C.
Asas Keberlanjutan
Asas Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan
daya tamping lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
D.
Asas Keberdayagunaan dan
Keberhasilgunaan
Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan adalah
bahwa penataan ruang disellenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan
sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang
yang berkualitas..
E.
Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.
F.
Asas Kebersamaan dan Kemitraan
Asas Kebersamaan dan Kemitraan adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
G.
Asas Perlindungan Kepentingan
Hukum
Asas Perlindungan Kepentingan Hukum adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
H.
Asas Kepastian Hukum dan
Keadilan
Asas Kepaastian Hukum dan Keadilan adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan
perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban
semua pihak secara adli dengan jaminan kepastian hukum.
I.
Asas Akuntabilitas
Asas Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan
penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaanya.
II.3 Dasar Hukum
Regulasi mengenai pengembangan fasilitas
jalan yang terdapat dalam peta sistim
jaringan transportasi dan pusat kegiatan yang termuat pada tabel 1.1 tentang indikasi program pembangunan
kabupaten donggala tahun 2011-2031 yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya
berdasarkan :
A. Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
B.
Peraturan
Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031
C.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan,
D.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Umum
E.
Undang-undang No. 28
Tahun 2002 Mengenai Bangunan Gedung
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Ketimpangan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala No. 1 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031, terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala
Penataan
ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah
penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang
berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan
hidup yang berkelanjutan tidak terjadi
pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Hal itu berarti perlu adanya suatu
kebijakan tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan
pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka hendaknya dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala yang dilaksanakan oleh Dinas PU bidang Tata Ruang Kab. Donggala, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam PERDA No. 1 Tahun 20011 tentang RTRW tahun
2011-2031 Kab. Donggala Pasal 1 ayat (42) “ Jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel”. Sedangkan berdasarkan pasal 1 ayat (67) “Sistem
jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
Dapat disimpulkan bahwa jalan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu daerah, sehingga jalan menjadi kebutuhan mutlak yang
harus ada untuk menunjang kehidupan masyarakatnya. Namun, dari hasil penilitian
terjadi ketimpangan antara pembangunan jalan di bagian desa dengan kota di
kabupaten donggala, tidak hanya itu terdapat perbedaan jalan di tiap kawasan.
Hal ini terlihat jelas perbedaanya untuk kawasan perkantoran dengan permukiman.
Jalan di kawasan perkantoran luas dan
bisa di bilang mengelilingi tiap-tiap kantor. Berbeda halnya dengan kawasan
permukim yang keci, serta ada kawasan yang terdapat permukiman warga dengan tokoh-tokoh yang jalannya selalu dilalui
kendaraan besar dengan kondisi tersebut, bukan tidak mungkin dapat menimbulkan
kecelakaan. Seharusnya dalam merencanakan pembangunan harus mendahuluan yang
lebih penting, karena dapat menjadi tolak ukur.
Adanya artikel yang memberitakan bahwa sudah puluhan tahun pembangunan jalan di Kabupaten Donggala berjalan, namun pembangunan belum merata karena hanya terfokus di
wilayah ibu kota kabupaten dan beberapa kecamatan terdekat, sementara
pembangunan di kawasan pinggiran, terabaikan. Kesenjangan
pembangunan antara ibu kota kabupaten, kecamatan terdekat, dan kawasan
pinggiran, tentunya berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi, pendidikan,
kesehatan, dan hal-hal mendasar lainya. Seperti Di Kecamatan Rio
Pakava misalnya, sudah 70 tahun Indonesia merdeka sampai hari ini tidak
memiliki jalan daerah. Akses jalan menuju kecamatan tersebut harus melewati
empat kecamatan di Provinsi Sulawesi Barat. Jalan menuju kesana adalah jalan
yang dibangun oleh perusahaan perkebunan sawit PT Pasangkayu dan PT Lestari
Tani Teladan. infrastruktur jalan di Kecamatan Rio Pakava, sangat
tertinggal jauh dari kecamatan lainya di Kabupaten Donggala. Padahal di
kecamatan tersebut potensi pertanian sangat besar, seperti padi dan kelapa
sawit. Malah salah satu perusahaan perkebunan PT Lestari Tani Teladan sudah
membangun pabrik sawit dengan kapasitas 45 ton perjam. Sulitnya
akses jalan ke kecamatan pinggiran seperti Kecamatan Rio Pakava dan Balaesang
Tanjung seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah Kabupaten
Donggala, karena itu berimplikasi pada pelayanan dasar masyarakat.
Selain itu, artikel lain menuliskan banyak masalah-masalah
terkait tidak maksimalnya pembangunan jalan, misalnya
antara Tanjung Padang ke Sipi, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala yang pengerjaannya amburadul yang proyek tersebut diduga dikerjakan
asal-asalan,
akibatnya jalan mulai rusak. Sudah dikomplain warga
karena bergelombang, padahal pembangunan jalan yang hanya
sekitar 2 kilometer lebih dengan hamparan yang tidak
rata, bahkan sudah bergelombang dan ada beberapa titik
sudah terbongkar saat dilintasi kendaraan berat. Sehingga diberhentikan untuk dibicarakan
dan diperoleh kesepakatan untuk akan diselesaikan
terlebih dahulu dari Tanjung Padang ke Sipi, selanjutnya akan di aspal kembali. Tapi
ternyata sampai sekarang tidak diulangi (aspalannya) hanya beberapa meter saja
diperbaiki.
Lain halnya dengan artikel terkait
kekesalan warga terhadap pemerintah, dikarenakan beberapa jalan di desa mereka sudah hampir
sepuluh tahun rusak dan tidak pernah diperbaiki padahal banyak anggaran. Saat ini beberapa akses jalan rusak dan kondisinya semakin parah, membuat ratusan
warga Desa Labuan Induk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, menumpahkan
kekesalannya dengan menanam pohon pisang di tengah jalan dan menimbun jalan
tersebut dengan material pasir dan batu. Adapun beberapa jalan yang ditanami pohon pisang dan ditimbun warga
tersebut antara lain Jalan Kramat Raya. Jalan ini adalah akses menuju ke
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK 1) sekaligus jalan menuju rumah kediaman Camat
Labuan. Warga
menegaskan, agar pihak pemerintah Kabupten Donggala segera
melakukan perbaikan jalan di Desa Labuan Induk dan meminta
kepada Bupati Donggala, Kasman Lassa untuk segera mencopot Camat Labuan dan
Kepala Desa Labuan Induk, karena dianggap tidak mampu mendorong dan
meningkatkan pembangunan di Kecamatan dan desa tersebut.
Kemudian adanay artikel yang menuliskan,
Sejumlah ruas jalan di Kabupaten Donggala dan Kabupaten
Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang kondisinya buruk karena tidak mampu ditangani
pemerintah daerah setempat, diusulkan alihstatus menjadi wewenang pemerintah
provinsi agar pembangunannya lebih cepat. Seperti, Jalan
poros Desa Sibayu, Budi Mukti, Parisan Agung dan Desa Karyamukti di wilayah
Donggala utara kini kondisinya rusak berat, kondisinya tidak pernah baik karena
kabupaten tidak mampu membiayai perbaikan, dimana ruas jalan
tersebut menghubungkan kantong produksi pertanian dan perkebunan sehingga perlu
mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.
Jika sampai hal ini terealisasi maka ini
akan menjadi kegagalan signifikan bagi pemerintah daerah kabupaten donggala
yang gagal merealisasikakan PERDA No. 1 Thn. 2011 tenatng RTRW kabupaten
Donggala Tahun 2011-2031. Padahal dari banyak artikel yang menuliskan salah
satu alasan pertambangan di kabupaten donggala tetap diberikan izin walaupun
berdampak beasar pada lingkungan dengan alasan untuk menambah pemasukan daerah.
Jadi seharusnya hal ini dapat diatasi sebab kebanyakan jalan rusak di kabupaten
donggala terutama dikarenakan aktivitas pertambangan.
Namun ada
artikel yang menuliskan bahwa Pemerintah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, berupaya membangun dan
meningkatkan jalan hingga ke daerah-daerah terisolasi untuk membuka akses
ekonomi dan mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat dengan
menyediakan sejumlah anggaran. Sebab dari 16 kecamatan dan 100 desa lebih, masih banyak permukiman
yang terletak di desa-desa pinggiran yang terisolasi, dikarenakan minimnya infastruktur
berupa jalan dan jembatan sebagai akses untuk masuk atau berkunjung atau keluar
dari desa tersebut. Pembangunan akan dilakukan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketersediaan dana.
Namun, adanya
artikel yang menuliskan Skandal dugaan sejumlah
pelaksanaan kegiatan proyek fiktif pada beberapa SKPD di Kabupaten Donggala
kembali menyeruak dan tercium dipublik yang membuat masalah ketimpanagn pembangunan di
kabupaten donggala khususnya terkait pengembangan fasilitas jalan sulit untuk
diatasi. Sebab ratusan
juta bahkan sampai milyaran dana APBD digelontorkan pada setiap SKPD untuk
membiayai kegiatan setiap Tahun Anggaran terus mengucur akan tetapi tidak
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu contohnya,
di Tahun Anggaran 2015 Pelaksanaan proyek Jalan Usaha Tani (JUT) di Desa Dampal
Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, tidak selesai namun celakanya, anggarannya
mengucur 100 persen. Proyek yang dikerjakan oleh CV. Banawa Lestari dengan
nilai Rp.145 juta itu kini menjadi saksi betapa buruknya pengelolaan,
pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Peternakan dan
Kesehatan Hewan selaku SKPD yang bertanggung jawab pada proyek tersebut.
Sehingga hal yang perlu dilakukan
pemerinah daerah, terutama Dinas PU bidang tata ruang adalah meminimalisir hal
tersebuat dapat terjadi. Sebab hal yang dimuat dalam berbagai artikel yang
menyebabkan banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas
jalan yakni terkait pihak yang melaksanakan hal tersebut. Sehingga pemerintah daerah tidak begitu saja memberika
izin kepada instansi lain ataupu pihak
kontaraktor untuk menanangii masalah pengemabangan fasilitas jalan.
III.2. Dampak yang ditimbulkan dari pengembangan fasilitas jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya
dengan peraturan lain terkait dengan jalan.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah
pasti menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat, tetapi perlu dipahami
bahwa hal tersebut untuk kepentingan umum. Namun pelaksanaannya akan merugikan masyarakat yang terdapat di
sekitar wilayah yang akan dibangun. Sama halnya dalam pengembangan fasilitas
jalan untuk kepentingan umum sebagi akses untuk menghubungkan daerah yang satu
dengan yang lain. Adapun Pengembangan Fasilitas Jalan yang akan dilaksanakan di
kabupaten donggala berdasarkan RTRW yakni :
·
Perbaikan dan pelebaran
jalan
·
Perkerasan
jalan, pengaspalan jalan
·
Pembuatan bahu jalan
·
Pembangunan dinding-dinding
penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun di bawah jalan
·
Peningkatan
kualitas perkerasan jalan dan pengaspalan jalan
·
Pembuatan
rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata
·
Perbaikan
dan pelebaran jalan
·
Perkerasan jalan, pengaspalan
jalan
·
Perencanaan
dan pembangunan ulang tikungan-tikungan yang mempunyai manuver membahayakan
·
Pembangunan
dinding-dinding penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun
di bawah jalan
·
Pemberian guard rill
terutama pada tikungan berbahaya
·
Pembuatan
rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata
Berdasarkan
hasil penelitian terkait pelebaran jalan banyak rumah-rumah warga sudah bersinggungan
dengan bahu jalan, yang seharusnya berdasarkan peraturan bahwa rumah warga
harus memiliki jarak dengan jalan
berdasarkan Garis Sempadan Bangunan. GSB atau Garis Sempadan Bangunan, dibuat supaya
setiap orang tak semaunya membangun sebuah bangunan. Selain itu GSB
tersebut nantinya juga bergunan untuk terciptanya pemukiman yang nyaman, rapi
dan aman. Banyak aspek yang perlu di perhatikan, segala persyaratan
tersebut sudah tertuang dalam aturan mengenai tata bangunan serta lingkungan
yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah daerah. Dengan banyaknya persyaratan
yang mesti dipenuhi oleh masyarakat yang hendak membangun, kadang membuat orang
memilih untuk mengabaikan peraturan tersebut, juga termasuk aturan tentang Garis
Sempadan Bangunan atau GSB.
Di
dalam Pasal 13 Undang-undang No. 28 Th 2002 mengenai Bangunan Gedung telah
menyebutkan bahwasanya sebuah bangunan haruslah memiliki berbagai persyaratan
jarak bebas bangunan yg di dalamnya meliputi GSB serta jarak antar bangunan.
Selain itu juga dalam membangun sebuah rumah, perlu sudah mendapatkan
standarisasi dari pihak pemerintah yg tercantum dalam SNI No. 03-1728-1989.
Standar tersebut isinya mengatur setiap orang yang akan mendirikan bangunan
haruslah memenuhi berbagai persyaratan lingkungan di sekitar bangunan, di
antaranya adalah larangan untuk membangun di luar batas GSB.
Dalam
penjelasan di Pasal 13 Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan
atau GSB tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan jarak bebas minimum
dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhdap batas lahan yg dikuasai.
Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yg
diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung. Patokan serta batasan untuk cara mengukur
luas GSB (Garis Sempadan Bangunan) ialah as atau garis tengah jalan, tepi
pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi.
Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis
sempadannya diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari
bangunan di tanah yang dikuasai si pemilik. Untuk faktor yang menentukan
GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan tersebut berdiri. Rumah
yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi serta kelas
jalan. Untuk lingkungan pemukiman standardnya ialah berkisar antara 3 sampai
dengan 5 m.
Pandangan
tentang sisi bangunan terluar masih rancu oleh masyarakat. Beberapa menyebutkan
bahwa sisi bangunan terluar ialah pagar rumah itu sendiri. Tapi sebenarnya
adalah dari sisi luar fisik bangunan itu sendiri dengan komposisi lengkap
dimulai dari sloof, pondasi, pasangan bata, jendela, pintu, atap dan plafond. Kalau
melakukan renovasi sebuah rumah, menambah bangunan melewati batas GSB
atau Garis Sempadan Bangunan masih ditolerir. Tetapi tak boleh juga
dengan semrono melakukannya. Terdapat beberapa hal yang ditolerir yang masih
dapat dibenarkan. Toleransi ini berlaku bagi bangunan sifatnya struktur, dan
bukan bangunan ruang. Contohnya adalah elemen pergola yang berfungsi sebagai
penyangga atap carport. Tetapi dalam membuat pergola tersebut juga tidak boleh
sesuka Anda. Atap pergola itu tidak diperbolehkan menjorok ke lahan atau keluar
pagar. Dan satu lagi, jika merubah fungsi carport itu sendiri dengan ruang
tidur atau gudang misalnya, maka Anda akan dikenakan sangsi oleh pemerintah.
Undang-undang
serta peraturan mengenai GSB ini dibuat agar pemukiman disekitar rumah
jadi teratur dan aman. Bisa Anda bayangkan kalau pemukiman rumah bisa menjadi
semrawut disebabkan para penghuninya yang sesukanya dalam membangun dan
mengembangkan rumah. Penghuninya dengan sesuka hati mengembangkan rumah serta
memaksimalkan lahan disekitarnya. Seperti membuat kamar baru atau ruangan
lainnya melewati batas GSB hingga terlalu dekat dengan pagar. Dan ada penghuni
yang membuat jalan menuju carport melebih batas pagar, sampai melewati batas
jalan walau sedikit. Hasilnya sebuah pemukiman akan tidak sedap untuk
dipandang, serta semrawut. Selain dari faktor estetika, GSB ini dibuat juga
untk kepentingan kemanan para pengendara kendaraan bermotor atau sepeda yang
depan sebuah rumah. Apabila Sebuah rumah berada di simpang jalan atau biasa disebut
rumah hook, rumah seperti ini membuat jalan akan rawan dengan kecelakaan.
Kecelakan tersebut terjadi dikarenakan sipengendara tak melihat pengendara lain
dari arah yang berlawanan berlawanan. Jarak lepas bebas pandang sipengendara
akan terganggu, sebab akan tertutup oleh bangunan di hook tersebut yang
terlalu menjorok keluar batas GSB.
Untuk
bangunan yang di persimpangan sebuah jalan, ada dua ketentuan GSB, yaitu dari sisi muka
bangunan tersebut serta dari samping bangunan itu. Ini sering dilupakan atau
sengaja dilupakan oleh pemilik rumah. Mereka akan membangun berdasarkan satu
GSB saja. Beberapa orang dengan sengaja merapatkan bangunannya salah satu sisi
batas lahan, hingga melewati GSB samping. Perlu diketahui bahwa
sebenarnya tidak hanya rumah yang berada di simpang jalan yang memiliki
ketentuan GSB samping. Tapi semua rumah harus memiliki GSB (Garis
Sempadan Bangunan) dan samping.
Menurut
Putusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 441 Th 1998 mengenai Pesyaratan Teknis
Bangunan, GSB dari belakang dan samping bangunan juga perlu diperhatikan.
Terdapat beberapa persyaratan dalam memenuhi GSB samping dan belakang.
Persyaratan tersebut ialah:
·
Struktur serta pondasi
bangunan terluar haruslah berjarak paling kurang 10 cm ke arah dalam di hitung
dari batas terluar lahan yang dikuasai.
·
Untuk renovasi ataupun
perbaikan bangunan yang pada mulanya menggunakan dinding pembatas bersama dgn
bangunan yang ada di sebelahnya, harus membuat dinding batas baru tepat
disebelah dinding pembatas yang sudah ada.
·
Sisi dinding paling
luar tidak dibolehkan melewati batas dari pekarangan. Contohnya pagar.
·
Untuk bangunan hunian
rumah tinggal yang rapat, tidak ada jarak untuk bebas samping, tapi jarak
bebas belakang harus minimal 1/2 dari panjang GSB muka.
Selain perhitungan
GSB, dalam pembangunan sebuah rumah juga perlu diperhatikan faktor estetika
yang berhubungan dengan peletakan elemen struktur. Penerapan bukaan jendela dlm
bentuk apapun pd dinding batas dari pekarangan adalah tidak diperbolehkan, juga
termasuk pemasangan elemen glass block.
Pastilah
setiap aturan mempunyai sanksi bagi pelanggarnya. Begitu juga dengan peraturan
GSB ini. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Th 2002 mengenai Bangunan
Gedung, untuk sanksi administratif-nya akan dikenakan pada pemilik bangunan.
Sanksi itu berupa peringatan pembatasan kegiatan pembangunan, sangsi tertulis,
penghentian pelaksanaan pembangunan sementara waktu, pencabutan dari izin
membuat bangunan sampai perintah untuk pembongkaran paksa bagi bangunan
tersebut. Selain itu juga kalau kita ketahuan membangun melebihi GSB,
akan dikenakan sanksi lain. Sanksi itu berupa denda sebanyak-banyaknya 10%
(sepuluh persen) dihitung dari nilai bangunan tersebut yang telah atau sedang
dibangun.
Tetapi
terkait yang terjadi di Kab. Donggala dari hasil penelitian ditemukan bahwa
kebanyakan dari warga sebelum ada pelebaran jalan rumah mereka jaraknya jauh
dari jalan, bahkan mereka juga memiliki IMB. Untuk itu, saat wawancara dengan
kepala bidang tata ruang untuk mengkonfirmasi kondisi tersebut, mengatakankan bahwa “kondisi
tersebut terjadi karean ketidak tersediaan dana, sebab jika ingin menggusur
rumah warga taupun bagunan yang lain tentu harus ada ganti rugi dimana pemnda
tidak mampu menyediakan anggaran”.
Kemungkinan
penundaan putusan juga salah satu yang
menyebabkan hal tersebut, karena adanya
unsur kepentingan pribadi yang mendesak meskipun ada unsur kepentingan umum
dalam rangka pembangunan. Untuk itu dalam menyetujui permohonan penundaan harus
dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan prinsip kemanusiaan. Sehingga pernyataan yang diberikan oleh
kepala bidan tata ruang itu bisa menjadi alasan mengapa sampai sekarang banyak
bangunan terutama rumah warga yang tidak memiliki jarak dari bahu jalan.
Sebab banyak
dari masyarakat yang rumahnya tidak memiliki jarak dengan bahu jalan memiliki IMB,
maka penggusuran atau pembongkaran memerlukan ganti rugi meskipun untuk
kepentingan umum, sebab kondisi tersebut terjadi bukan kareana kesalahan
masyarakat tetapi pihak yang mengeluarkan izin. Dalam pengawasan pemanfatan ruang dilaksanakan melalui
pemantauan, pelaporan dan evaluasi mengacu kepada ketetapan rencana kota.
Evaluasi kesesuaian rencana tata ruang terhadap pemanfaatan ruang dilakukan
dengan cara menelaah bentuk pemanfaatan ruang dan perizinan yang dimiliki.
Salah satu
hasil evaluasi adalah rumusan rekomendasi, yakni saran tindak lanjut terhadap
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai denagn rencana tata ruang. Perizinan
yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang
terutama adalah IMB. Penerbitan izin sebagaimana dimaksud diatas
didukung oleh rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi terkait, terutama
rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
tata kota dalam bentuk ketetapan rencana kota dan rencana tata letak bangunan,
rekomendasi dari instansi pertanahan, rekomendasi komisi AMDAL, rekomendasi
manajemen lalu lintas.
Adanya IMB
berfungsi supaya pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka pendataan
fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan, pengawasan dan
penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat bermanfaat pula bagi
pemilik bangunan karena memberikan kepastian hukum atas berdirinya bangunan
yang bersangkutan dan akan memudahkan bagi pemilik bangunan untuk suatu
keperluan, misalnya mencegah tindakan
penertiban salah satunya jika ada pelebaran jalan maka yang bersangkutan akan
memperoleh ganti rugi . Tetapi apabila terjadi izin membangun yang melanggar
rencana tata ruang akan dikenakan tindakan, antara lain berupa pencabutan IMB
dan termasuk sanksi administrasi yang di
berikan kepada pegawai yang mengeluarkan hal tersebut jika izin itu diberikan
setelah ada rencana tata ruang.
Bukan hanya
itu dalam perbaikan jalan, khususnya pelebaran dan pengaspalan jalan yang tentu
saja mengganggu aktivitas jalan, disebabakan pengguna jalan hanya dapat
menggunakan sebelah jalan saja, yang diperpara jika tidak adanya aparat
pemerintah yang mengatur jalannya lalu lintas. Berdasarkan informasi yang didapatkan
bawah dalam kegiatan perbaikan jalan, yang mengatur jalannya lalu lintas hanya
warga setempat serta, sering kita dapatkan dimana jalan beralih fungsi karena
ditutup oleh warga jika ada kegiatan yang membuat terjadi kemacetan. Permasalahan
yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan ini dapat teratasi
jika ada kesadaran dari masyarakat untuk ikut berperan dalam hal tesebut sebab
dampak yang ditimbulkan dapat diatasi secepat mungkin dan bahkan mungkin bisa
di cegah sebelum terjadi.
Dalam penataan
ruang wilayah kabupaten/kota, bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang
diatur dalam pasal 15 – pasal 20 PPPMPR, yang lebih terperinci sampai pada rencana rincian tata ruang
(RRTR/RDRT). Berdasarkan pasal 16 UUPR yang menegaskan bahwa dalam pemanfaatan
ruang setiap orang wajib :
a.
Menaati RTR yang telah ditetapkan
b.
Memanfaatkan ruang sesuai dengan
izin pemanfatan ruang dari pejabat yang berwenang
c.
Mematuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam persyaratan izin pemanfaatan ruan
d.
Memberikan akses terhadap kawasan
yang oleh ketentuan peraturan perundan-undangan dinyatakan sebagai milik umum
Berdasarkan pasal 55 UUPR, Menunjukkan bahwa peran serta
masyarakat merupakan satu kesatuan dengan hak dan kewajiban lainnya. Ini
berarti peran serta masyarakat merupakan
hak-hak dan kewajiban masayarakat dalam penataan ruan, dan merupakan
salah satu faktor penentu tercapainya tujuan penataan ruang. Artinya,
diperlukan adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam semua tahapan mulai
dari perencanaan, penetapan, pemananfaatan, dan pengendalian dalam pemanfaatan
ruang. Hal ini sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan,
membantuterwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rancangan tat ruang yang telah
ditetapkan, dan menaati keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang.
Namun, hal
ini Tidak hanya cukup siapa yang akan menjalakan apa,
tapi juga bagaimana ia harus melakukan dan kapan harus dilaksanakan. Sebagai
masyarakat tentunya adalah menjalankan hukum posistif dalam hal ini UU Nomor 22
Tahun 2009, namun perlu diterjemahkan lagi bagaimana situasi dan kondisi
dilapangan dapat menunjang masyarakat dapat melaksanakannya. Keharusan yang
diterjemahkan sebagai kewajiban harus di dukung oleh seberapa besar dan
seberapa banyak petunjuk-petunjuk dilapangan. Terkait dengan UU Nomor 22 Tahun
2009 ini maka kita bisa mempertanyakan seberapa banyak rambu-rambu dan
fasilita-fasiitas penunjang di jalan raya. Harus diingat, pemberlakuan UU tidak
hanya pada satu wilayah saja namun berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia, apa
yang akan terjadi nantinya jika diterapkan di wilayah kabupaten Donggala.
Struktur itu harus mampu menunjang masyarakat agar dapat melaksanakannya.
Sepanjang alat-alat penunjang seperti rambu-rambu serta fasilitas-fasilitas
umum di jalan belum terpenuhi kebutuhannya maka pelaksanaan UU juga akan tidak
efektif dan efisien.
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
IV.1.1. Pelaksanaan
pengembangan fasilitas jalan di
Kabupaten Donggala yang dilaksanakan oleh Dinas PU bidang Tata Ruang Kab. Donggala, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut dalam
maka dapat dikatakan bahwa jalan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
suatuh daerah, sehingga jalan menjadi kebutuhan mutlak suatu daerah yang harus
ada utuk menunjang kehidupan masyarakatnya. Namun, hasil penelitian didapatkan
terjadi ketimpangan antara pembangunan jalan untuk kawasan perkantoran dengan
permukiman. Sehubungan itu banyak dimuat dalam berbagai artikel tentang problematika dalam pelaksananan pembangunan
jalan di Kab. Donggala. Dalam pelaksanananya banyak oknum-oknum pemerintah yang
memanfaatkan hal tersebut untuk keuntugan pribadi mereka masing-masing. Kemudian
diperburuk lagi dengan banyaknya permasalahan yang terjadi yang tidak ditangani
dengan tuntas.
IV.1.2. Pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah pasti menimbulkan pro dan
kontra ditengah masyarakat, tetapi untuk kepentingan umum. Adapun Pengembangan
Fasilitas Jalan yang akan dilaksanakan di kabupaten donggala yakni : Perbaikan
dan pelebaran jalan, Perkerasan jalan, pengaspalan jalan, Pembuatan bahu jalan, Pembangunan dinding-dinding
penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun di bawah jalan, Peningkatan
kualitas perkerasan jalan dan pengaspalan jalan, Pembuatan
rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata, Perbaikan
dan pelebaran jalan, Perkerasan jalan, pengaspalan jalan, Perencanaan
dan pembangunan ulang tikungan-tikungan yang mempunyai manuver membahayakan, Pembangunan
dinding-dinding penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun
di bawah jalan, Pemberian
guard rill terutama pada tikungan berbahaya, Pembuatan
rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata. Dampak yang
ditimbulkan dari pengembangan fasilitas jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman, yang tidak sesuai dengan penataan ruang di Kabupaten Donggala. Berdasarkan hasil
penelitian, terkait pelebaran jalan dimana rumah warga sudah bersinggungan
dengan jalan, yang seharusnya berdasarkan peraturan bahwa rumah warga harus
memiliki jarak dari jalan berdasarkan garis sempadan bangunan (GSB). Namun kebanyakan
dari mereka sebelum ada pelebaran jalan rumah mereka jaraknya jauh dari bahu
jalan, bahkan mereka juga memiliki IMB. Namun, kondisi tersebut terjadi karena ketidak
tersediaan dana, sebab jika ingin menggusur rumah warga taupun bagunan yang
lain tentu harus ada ganti rugi. Bukan hanya itu dalam perbaikan jalan, khususnya
pelebaran dan pengaspalan jalan yang tentu saja mengganggu aktivitas jalan,
disebabakan pengguna jalan hanya dapat menggunakan sebelah jalan saja, hal ini
dapat diperpara jika tidak adanya aparat pemerintah yang mengatur jalannya lalu
lintas. Maka peran masyarakat sangat diperlukan, meskipun pemerintah daerah
mengupayakan pelaksanaan pengemabangan fasilitas jalan tetapi masyarakat
mematuhi aturan, maka hanya akan percuma saja.
IV.2. Saran
Dalam pengambang fasilitas jalan hendaknya
pemerintah lebih mengutamakan pengemabangan fasilitas jalan yang lebih di
butuhkan masyarakat bukan berdasarkan apa yang menurut pemerintah daerah yang
penting. Sebab banyaknya daerah yang pembangunan jalannya tertinggal adalah
daerah yang jauh dari kota, untuk itu pemerintah seharusnya turun langsung
kemasyarakat untuk melihat kondisi jalan yang ada. Sehingga dapat mencegah
terjadinya pengeluaran anggaran yang percuma, serta meninjau langsung jika ada
pengembangan fasilitas jalan yang sedang dilaksanakan untuk menghindari pengerjaan yang asal-asalan oleh kontraktor.
Untuk
masyarakat di Kab. Donggla seharusnya ikut berperan serta dalam mewujudkan pengembangan
fasilitas jalan dengan mematuhi peraturan-peratuan yang ada, sehingga
perencanaan tata ruang yang disusun dapat berjalan dengan semestinya. Dan yang
paling penting Pemerintah daerah mampu menlaksanakan pengembangan fasilitas
jalan berdasarkan RTRW yang telah disusun.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Yunus,Wahid. Pengantar Hukum Tata Ruang. Kencana
Pranadamedia Group. Jakarta. 2016
Sutedi,Adrian.
Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan
Publik. Sinar Grafitika. 2015
Internet
Joze,rizal.2015.
“Pembangunan Di Donggala Timpang” . diakses
dari : http://www.metrosulawesi.com/article/pembangunan-di-donggala-timpang
. pada hari senin tanggal 01 januari 2017.
Admin sultengpost.2016. “Jalan Senilai Rp 1,6 M Amburadul” . diakses dari : https://sultengpostnews.com/2016/12/29/jalan-senilai-rp-16-m-amburadul-wabup-saya-serahkan-ke-kejari/
. pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2016.
No comments:
Post a Comment