Friday, 7 April 2017

“ Problematika pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala ”

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN FASILITAS JALAN DI KABUPATEN DONGGALA

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Problematika pengembangan fasilitas jalan merupakan persoalan bersama yang harus diselesaikan. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi dari pemerintah daerah, dan masyarakat. Koordinasi tersebut diwujudkan dengan adanya dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan pengembangan fasilitas jalan serta bagaimana penataan dan pengaturannya, sehingga tersedianya jalan yang layak di tiap-tiap daerah sehingga bisa menunjang perekonomian masyarakat. Pengembangan fasilitas jalan juga diharapkan tidak merusak atau menurunkan kualitas lingkungan hidup yang ada disekitarnya agar dapat tercipta tata ruang yang mempertahankan ekosistem lingkungan fisik maupun sosial yang ada di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya penataan bagi jalan untuk mewujudkan fungsi tata ruang daerah yang optimal, dalam hal ini menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan itu sendiri.
Selain itu di Kabupaten Donggala Khususnya di sepanjang Jalan yang berada di kawasan permukiman yang  menjadi pusat daerah dan lalu lintas kendaraan justru di daerah inilah banyak  jalan yang tidak layak mulai dari ukuran dan kualitasnya serta, sebagian besar peruntukan jalan berbeda antara kawasan. Sehingga para pengguna jalan terganggu atau terenggut haknya untuk merasakan kenyamana dalam berkendara dijalan, karena jalan-jalan yang bagus hanya dikawasan-kawasan tertentu saja. Bahkan jalan-jalan yang berada di kawasa permukiman terutama di daerah yang padat tidak sesuai, yang bahkan aktivitas dijalan dapat mengganggu kenyamanan lingkungam masyarakat sekitar.
Selain permasalahan di atas, ketersedian prasaana jalan juga dapat berdampak pada keselamatan masyarakat seperti rawannya kecelakaan lalu lintas yang juga akan  berdampak  terhadap perekonomian. Sebagai contoh, perusahaan hanya akan masuk disuatu daerah untuk berinvestasi jika daerah tersebut sudah terdapat sarana-sarana yang layak, salah satunya jalan. Sebab dari sisi lokasi dan letak, keberadaan jalan yang kurang tertata mengganggu eksistensi ruang lalu lintas kendaraan yang berlalu lalang.

Banyak kasus yang mendasari pengembangan fasilitas jalan terhadap fungsi tata ruang daerah untuk segera dilaksanaka. Di satu sisi, pemerintah harus mementingkan kepentingan umum, walaupun dalam pelaksanaannya akan menganggu kepentingan pribadi masyarakat. Dalam hal ini berarti diharapkan masyarakat tetap bersedia apabila rumah mereka ataupu halaman rumah mereka digusur ataupun para pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan. Dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan tentu akan mengganggu aktivistas lalu lintas, tetapi untuk optimalisasi fungsi tata ruang yang ada. Sebagai contoh adanya penutupan jalan sehingga pengguna jalan terenggut haknya tidak dapat menikmati fasilitas umum yang ada dan keselamatannya terganggu. Selain hal tersebut terkadang menimbulkan polusi udara dan menggangu kebersihan di sekitar jalan yang menyebabkan lokasi tersebut terlihat kotor atau kumuh.
Banyak dari Pengembangan fasilitas jalan mengalami kondisi dilematis. Di satu sisi, pemerintah ingin memperbaiki jalan secara keseluruhan di tempat yang strategis sehingga akan lebih mudah mendapatkan keuntungan, tetapi loksi strategis tersebut terdapat permukiman warga sehingga memerlukana biaya yang besar terutama dalam hal ganti rugi. Namun dengan ketersediaan fasilitas publik yang teganggu maka seharusnya hal tersebut mesti dilaksanakan. Oleh karena itu pihak Pemerintah Daerah harusnya berupaya untuk menata keberadaan jalan  di kabupaten donggala, meskipun banyak problematika yang timbul akibat pengembangan fasilitas jalan. Untuk itu pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya agar meminimalisir terjadinya ketidaksesuain antara yang ada dalam rencana tata ruang wilyah dengan kondisi yang ada di lapangan.
I.2.   Rumusan dan Identifikasi Masalah
Dalam penulisan laporan ini tentulah saya memiliki beberapa perumusan masalah terkait problematika pengembangan fasilitas jalan guna meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah. Perumusan masalah ini, yakni sebagai berikut :
I.2.1. Apakah terjadi ketimpangan dalam  pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031, terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala?
I.2.2. Dampak apa yang akan ditimbulkan dari pengembangan fasilitas jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya dengan peraturan lain terkait dengan jalan?
      I.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan yang saya buat ini yakni, sebagai berikut :
I.3.1. Untuk mengetahui ketimpangan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala  Tahun 2011 – 2031 terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala yang timpang .
I.3.2. Untuk mengetahui Dampak apa yang akan ditimbulkan dari pengembangan jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman di kabupaten donggala yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya dengan peraturan lain terkait dengan jalan.
I.4. Manfaat Penulisan
Dengan diselesaikannya laporan  ini, penulisan laporan ini diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :
I.4.1. Kegunaan teoritis
Semoga laporan ini bermanfaat untuk memberikan wawasan dan masukan yang sangat penting bagi saya selaku penyusun laporan ini, terutama dalam pembentukan asumsi khususnya dala ruang lingkup tata ruang terkait pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan.
I.4.2. Kegunaan praktis
Semoga laporan ini dapat dijadikan sebagai acuan yang penting bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang menyangkut tentang peran pemerintah khususnya dinas PU  Bagian tata ruang dalam mengatasi problematika pengembangan fasilitas jalan untuk melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala  Tahun 2011 – 2031.
I.5. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini, saya menggunakan metode yuridis normatif yang berbentuk studi pustaka. Yaitu tekhnik pengambilan data yang didasarkan pada sumber-sumber primer dan sekunder, serta melakukan penelitian maupun wawancara.
I.6.  Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam laporan ini adalah :
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Bab I        : pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II       : tinjauan pustaka, yang terdiri dari : teori hukum, asas hukum, dan landasan hukum.
Bab III     : pembahasan, yang terdiri dari :, pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor  1  Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala  Tahun 2011 – 2031   terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala, Dampak apa yang akan ditimbulkan dari pengembangan jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman, yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya dengan peraturan lain terkait dengan jalan?
Bab IV     : penutup, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSATAKA
LAMPIRAN








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.    Teori Hukum
A.    Teori Penegakan Hukum
Menurut Black’s Law Dictionary, penegakan hukum (law enforcement), diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the execution of a law; the carrying out of a mandate or command”. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan (law making process).
B. Teori Efektifitas Hukum
Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto, efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Pertama; faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua; faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kelima; faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Menurut Mochtar Koesoemaatmadja bahwa tujuan pokok penerapan hokum apabila hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya mesyarakat yang teratur ; di samping itu tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya,menurut masyarakat pada zamannya.
II.2.    Asas Hukum
Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara hukum. Dalam pelaksaanaan perencanaan tata ruang oleh Dinas PU bagian tat ruang dalam menertibkan pembagunan, salah satunya terkait pengembangan fasilitas jalan  khususnya di Jalan yang berada di sekitar permukiman warga harus berlandaskan dasar hukum yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pelaksanaan Peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031, yang sekaligus berhubungan dengan penataan ruang kota di Kabupaten Donggala.
Dasar Hukum itu dilandasi oleh asas penataan ruang sebagaimana disebutkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang :
A.    Asas Keterpaduan
Asas Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
B.     Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan
Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
C.     Asas Keberlanjutan
Asas Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tamping lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
D.    Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan
Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang disellenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas..
E.     Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.
F.      Asas Kebersamaan dan Kemitraan
Asas Kebersamaan dan Kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
G.    Asas Perlindungan Kepentingan Hukum
Asas Perlindungan Kepentingan Hukum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
H.    Asas Kepastian Hukum dan Keadilan
Asas Kepaastian Hukum dan Keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adli dengan jaminan kepastian hukum.
I.       Asas Akuntabilitas
Asas Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaanya.
II.3   Dasar Hukum
Regulasi mengenai pengembangan fasilitas jalan yang terdapat dalam peta sistim jaringan transportasi dan pusat kegiatan yang termuat pada tabel 1.1 tentang indikasi program pembangunan kabupaten donggala tahun 2011-2031 yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya berdasarkan :
A.    Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
B.     Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031
C.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan,
D.    Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Umum
E.     Undang-undang No. 28 Tahun 2002 Mengenai Bangunan Gedung

BAB III
PEMBAHASAN
III.1.  Ketimpangan dalam  pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Donggala No. 1 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Donggala Tahun 2011 – 2031, terkait pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala
   Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan  tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan  tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka hendaknya dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala yang dilaksanakan oleh Dinas PU bidang Tata Ruang Kab. Donggala, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam  PERDA No. 1 Tahun 20011 tentang RTRW tahun 2011-2031 Kab. Donggala Pasal 1 ayat (42) “ Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali  jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel”. Sedangkan  berdasarkan pasal 1 ayat (67) “Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
Dapat disimpulkan bahwa jalan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, sehingga jalan menjadi kebutuhan mutlak yang harus ada untuk menunjang kehidupan masyarakatnya. Namun, dari hasil penilitian terjadi ketimpangan antara pembangunan jalan di bagian desa dengan kota di kabupaten donggala, tidak hanya itu terdapat perbedaan jalan di tiap kawasan. Hal ini terlihat jelas perbedaanya untuk kawasan perkantoran dengan permukiman.  Jalan di kawasan perkantoran luas dan bisa di bilang mengelilingi tiap-tiap kantor. Berbeda halnya dengan kawasan permukim yang keci, serta ada kawasan yang terdapat  permukiman warga dengan  tokoh-tokoh yang jalannya selalu dilalui kendaraan besar dengan kondisi tersebut, bukan tidak mungkin dapat menimbulkan kecelakaan. Seharusnya dalam merencanakan pembangunan harus mendahuluan yang lebih penting, karena dapat menjadi tolak ukur.
Adanya artikel yang memberitakan bahwa sudah puluhan tahun pembangunan jalan di Kabupaten Donggala berjalan, namun pembangunan belum merata karena hanya terfokus di wilayah ibu kota kabupaten dan beberapa kecamatan terdekat, sementara pembangunan di kawasan pinggiran, terabaikan. Kesenjangan pembangunan antara ibu kota kabupaten, kecamatan terdekat, dan kawasan pinggiran, tentunya berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan hal-hal mendasar lainya. Seperti Di Kecamatan Rio Pakava misalnya, sudah 70 tahun Indonesia merdeka sampai hari ini tidak memiliki jalan daerah. Akses jalan menuju kecamatan tersebut harus melewati empat kecamatan di Provinsi Sulawesi Barat. Jalan menuju kesana adalah jalan yang dibangun oleh perusahaan perkebunan sawit PT Pasangkayu dan PT Lestari Tani Teladan. infrastruktur jalan di Kecamatan Rio Pakava, sangat tertinggal jauh dari kecamatan lainya di Kabupaten Donggala. Padahal di kecamatan tersebut potensi pertanian sangat besar, seperti padi dan kelapa sawit. Malah salah satu perusahaan perkebunan PT Lestari Tani Teladan sudah membangun pabrik sawit dengan kapasitas 45 ton perjam. Sulitnya akses jalan ke kecamatan pinggiran seperti Kecamatan Rio Pakava dan Balaesang Tanjung  seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah Kabupaten Donggala, karena itu berimplikasi pada pelayanan dasar masyarakat.
Selain itu, artikel lain menuliskan banyak masalah-masalah terkait tidak maksimalnya pembangunan jalan, misalnya antara Tanjung Padang ke Sipi, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala yang pengerjaannya amburadul yang proyek tersebut diduga dikerjakan asal-asalan, akibatnya jalan mulai rusak.  Sudah dikomplain warga karena bergelombang, padahal pembangunan jalan yang hanya sekitar 2 kilometer lebih dengan hamparan yang tidak rata, bahkan sudah bergelombang dan ada beberapa titik sudah terbongkar saat dilintasi kendaraan berat. Sehingga diberhentikan untuk dibicarakan dan diperoleh kesepakatan untuk akan diselesaikan terlebih dahulu dari Tanjung Padang ke Sipi, selanjutnya akan di aspal kembali. Tapi ternyata sampai sekarang tidak diulangi (aspalannya) hanya beberapa meter saja diperbaiki.
Lain halnya dengan artikel terkait kekesalan warga terhadap pemerintah, dikarenakan beberapa jalan di desa mereka sudah hampir sepuluh tahun rusak dan tidak pernah diperbaiki padahal banyak anggaran. Saat ini beberapa akses jalan rusak dan kondisinya semakin parah, membuat ratusan warga Desa Labuan Induk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, menumpahkan kekesalannya dengan menanam pohon pisang di tengah jalan dan menimbun jalan tersebut dengan material pasir dan batu. Adapun beberapa jalan yang ditanami pohon pisang dan ditimbun warga tersebut antara lain Jalan Kramat Raya. Jalan ini adalah akses menuju ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK 1) sekaligus jalan menuju rumah kediaman Camat Labuan. Warga menegaskan, agar pihak pemerintah Kabupten Donggala segera melakukan perbaikan jalan di Desa Labuan Induk dan meminta kepada Bupati Donggala, Kasman Lassa untuk segera mencopot Camat Labuan dan Kepala Desa Labuan Induk, karena dianggap tidak mampu mendorong dan meningkatkan pembangunan di Kecamatan dan desa tersebut.
Kemudian adanay artikel yang menuliskan, Sejumlah ruas jalan di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang kondisinya buruk karena tidak mampu ditangani pemerintah daerah setempat, diusulkan alihstatus menjadi wewenang pemerintah provinsi agar pembangunannya lebih cepat. Seperti, Jalan poros Desa Sibayu, Budi Mukti, Parisan Agung dan Desa Karyamukti di wilayah Donggala utara kini kondisinya rusak berat, kondisinya tidak pernah baik karena kabupaten tidak mampu membiayai perbaikan, dimana ruas jalan tersebut menghubungkan kantong produksi pertanian dan perkebunan sehingga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.  
Jika sampai hal ini terealisasi maka ini akan menjadi kegagalan signifikan bagi pemerintah daerah kabupaten donggala yang gagal merealisasikakan PERDA No. 1 Thn. 2011 tenatng RTRW kabupaten Donggala Tahun 2011-2031. Padahal dari banyak artikel yang menuliskan salah satu alasan pertambangan di kabupaten donggala tetap diberikan izin walaupun berdampak beasar pada lingkungan dengan alasan untuk menambah pemasukan daerah. Jadi seharusnya hal ini dapat diatasi sebab kebanyakan jalan rusak di kabupaten donggala terutama dikarenakan aktivitas pertambangan.
Namun ada artikel yang menuliskan bahwa Pemerintah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, berupaya membangun dan meningkatkan jalan hingga ke daerah-daerah terisolasi untuk membuka akses ekonomi dan mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat dengan menyediakan sejumlah anggaran. Sebab dari 16 kecamatan dan 100 desa lebih, masih banyak permukiman yang terletak di desa-desa pinggiran yang terisolasi, dikarenakan minimnya infastruktur berupa jalan dan jembatan sebagai akses untuk masuk atau berkunjung atau keluar dari desa tersebut. Pembangunan akan dilakukan dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan dana.
Namun, adanya artikel yang menuliskan Skandal dugaan sejumlah pelaksanaan kegiatan proyek fiktif pada beberapa SKPD di Kabupaten Donggala kembali menyeruak dan tercium dipublik yang membuat masalah ketimpanagn pembangunan di kabupaten donggala khususnya terkait pengembangan fasilitas jalan sulit untuk diatasi. Sebab ratusan juta bahkan sampai milyaran dana APBD digelontorkan pada setiap SKPD untuk membiayai kegiatan setiap Tahun Anggaran terus mengucur akan tetapi tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu contohnya, di Tahun Anggaran 2015 Pelaksanaan proyek Jalan Usaha Tani (JUT) di Desa Dampal Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, tidak selesai namun celakanya, anggarannya mengucur 100 persen. Proyek yang dikerjakan oleh CV. Banawa Lestari dengan nilai Rp.145 juta itu kini menjadi saksi betapa buruknya pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Peternakan dan Kesehatan Hewan selaku SKPD yang bertanggung jawab pada proyek tersebut.
Sehingga hal yang perlu dilakukan pemerinah daerah, terutama Dinas PU bidang tata ruang adalah meminimalisir hal tersebuat dapat terjadi. Sebab hal yang dimuat dalam berbagai artikel yang menyebabkan banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan yakni terkait pihak yang melaksanakan hal tersebut. Sehingga  pemerintah daerah tidak begitu saja memberika izin kepada instansi lain  ataupu pihak kontaraktor untuk menanangii masalah pengemabangan fasilitas jalan.
III.2. Dampak yang ditimbulkan dari pengembangan fasilitas jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan penataan ruang, serta kaitannya dengan peraturan lain terkait dengan jalan.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah pasti menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat, tetapi perlu dipahami bahwa hal tersebut untuk kepentingan umum. Namun pelaksanaannya  akan merugikan masyarakat yang terdapat di sekitar wilayah yang akan dibangun. Sama halnya dalam pengembangan fasilitas jalan untuk kepentingan umum sebagi akses untuk menghubungkan daerah yang satu dengan yang lain. Adapun Pengembangan Fasilitas Jalan yang akan dilaksanakan di kabupaten donggala berdasarkan RTRW yakni :
·         Perbaikan dan pelebaran jalan
·         Perkerasan jalan, pengaspalan jalan
·         Pembuatan bahu jalan
·         Pembangunan dinding-dinding penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun di bawah jalan
·         Peningkatan kualitas perkerasan jalan dan pengaspalan jalan
·         Pembuatan rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata
·         Perbaikan dan pelebaran jalan
·         Perkerasan jalan, pengaspalan jalan
·         Perencanaan dan pembangunan ulang tikungan-tikungan yang mempunyai manuver membahayakan
·         Pembangunan dinding-dinding penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun di bawah jalan
·         Pemberian guard rill terutama pada tikungan berbahaya
·         Pembuatan rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata
Berdasarkan hasil penelitian terkait pelebaran jalan banyak rumah-rumah warga sudah bersinggungan dengan bahu jalan, yang seharusnya berdasarkan peraturan bahwa rumah warga harus memiliki jarak dengan  jalan berdasarkan Garis Sempadan Bangunan. GSB atau Garis Sempadan Bangunan, dibuat supaya setiap orang tak semaunya membangun sebuah bangunan. Selain itu GSB tersebut nantinya juga bergunan untuk terciptanya pemukiman yang nyaman, rapi dan aman. Banyak aspek  yang perlu di perhatikan, segala persyaratan tersebut sudah tertuang dalam aturan mengenai tata bangunan serta lingkungan yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah daerah. Dengan banyaknya persyaratan yang mesti dipenuhi oleh masyarakat yang hendak membangun, kadang membuat orang memilih untuk mengabaikan peraturan tersebut, juga termasuk aturan tentang Garis Sempadan Bangunan atau GSB.
Di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 28 Th 2002 mengenai Bangunan Gedung telah menyebutkan bahwasanya sebuah bangunan haruslah memiliki berbagai persyaratan jarak bebas bangunan yg di dalamnya meliputi GSB serta jarak antar bangunan. Selain itu juga dalam membangun sebuah rumah, perlu sudah mendapatkan standarisasi dari pihak pemerintah yg tercantum dalam SNI No. 03-1728-1989. Standar tersebut isinya mengatur setiap orang yang akan mendirikan bangunan haruslah memenuhi berbagai persyaratan lingkungan di sekitar bangunan, di antaranya adalah larangan untuk membangun di luar batas GSB.
Dalam penjelasan di Pasal 13 Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan atau GSB tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhdap batas lahan yg dikuasai. Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yg diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung. Patokan serta batasan untuk cara mengukur luas GSB (Garis Sempadan Bangunan) ialah as atau garis tengah jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi. Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si pemilik. Untuk faktor yang menentukan GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan tersebut berdiri. Rumah yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi serta kelas jalan. Untuk lingkungan pemukiman standardnya ialah berkisar antara 3 sampai dengan 5 m.
Pandangan tentang sisi bangunan terluar masih rancu oleh masyarakat. Beberapa menyebutkan bahwa sisi bangunan terluar ialah pagar rumah itu sendiri. Tapi sebenarnya adalah dari sisi luar fisik bangunan itu sendiri dengan komposisi lengkap dimulai dari sloof, pondasi, pasangan bata, jendela, pintu, atap dan plafond. Kalau melakukan renovasi sebuah rumah, menambah bangunan melewati batas GSB  atau Garis Sempadan Bangunan  masih ditolerir. Tetapi tak boleh juga dengan semrono melakukannya. Terdapat beberapa hal yang ditolerir yang masih dapat dibenarkan. Toleransi ini berlaku bagi bangunan sifatnya struktur, dan bukan bangunan ruang. Contohnya adalah elemen pergola yang berfungsi sebagai penyangga atap carport. Tetapi dalam membuat pergola tersebut juga tidak boleh sesuka Anda. Atap pergola itu tidak diperbolehkan menjorok ke lahan atau keluar pagar. Dan satu lagi, jika merubah fungsi carport itu sendiri dengan ruang tidur atau gudang misalnya, maka Anda akan dikenakan sangsi oleh pemerintah.
Undang-undang serta peraturan mengenai GSB ini dibuat agar pemukiman disekitar rumah jadi teratur dan aman. Bisa Anda bayangkan kalau pemukiman rumah bisa menjadi semrawut disebabkan para penghuninya yang sesukanya dalam membangun dan mengembangkan rumah. Penghuninya dengan sesuka hati mengembangkan rumah serta memaksimalkan lahan disekitarnya. Seperti membuat kamar baru atau ruangan lainnya melewati batas GSB hingga terlalu dekat dengan pagar. Dan ada penghuni yang membuat jalan menuju carport melebih batas pagar, sampai melewati batas jalan walau sedikit. Hasilnya sebuah pemukiman akan tidak sedap untuk dipandang, serta semrawut. Selain dari faktor estetika, GSB ini dibuat juga untk kepentingan kemanan para pengendara kendaraan bermotor atau sepeda yang depan sebuah rumah. Apabila Sebuah rumah berada di simpang jalan atau biasa disebut rumah hook, rumah seperti ini membuat jalan akan rawan dengan kecelakaan. Kecelakan tersebut terjadi dikarenakan sipengendara tak melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan berlawanan. Jarak lepas bebas pandang sipengendara akan terganggu, sebab akan tertutup oleh bangunan di hook tersebut yang  terlalu menjorok keluar batas GSB.
Untuk bangunan yang di persimpangan sebuah jalan, ada dua ketentuan GSB, yaitu dari sisi muka bangunan tersebut serta dari samping bangunan itu. Ini sering dilupakan atau sengaja dilupakan oleh pemilik rumah. Mereka akan membangun berdasarkan satu GSB saja. Beberapa orang dengan sengaja merapatkan bangunannya salah satu sisi batas lahan, hingga melewati GSB samping. Perlu diketahui bahwa sebenarnya tidak hanya rumah yang berada di simpang jalan yang memiliki ketentuan GSB samping. Tapi semua rumah harus memiliki GSB (Garis Sempadan Bangunan) dan samping.
Menurut Putusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 441 Th 1998 mengenai Pesyaratan Teknis Bangunan, GSB dari belakang dan samping bangunan juga perlu diperhatikan. Terdapat beberapa persyaratan dalam memenuhi GSB samping dan belakang. Persyaratan tersebut  ialah:
·         Struktur serta pondasi bangunan terluar haruslah berjarak paling kurang 10 cm ke arah dalam di hitung dari batas terluar lahan yang dikuasai.
·         Untuk renovasi ataupun perbaikan bangunan yang pada mulanya menggunakan dinding pembatas bersama dgn bangunan yang ada di sebelahnya, harus membuat dinding batas baru tepat disebelah dinding pembatas yang sudah ada.
·         Sisi dinding paling luar tidak dibolehkan melewati batas dari pekarangan. Contohnya pagar.
·         Untuk bangunan hunian rumah tinggal yang rapat, tidak ada jarak untuk bebas samping, tapi  jarak bebas belakang harus minimal 1/2 dari panjang GSB muka.
Selain perhitungan GSB, dalam pembangunan sebuah rumah juga perlu diperhatikan faktor estetika yang berhubungan dengan peletakan elemen struktur. Penerapan bukaan jendela dlm bentuk apapun pd dinding batas dari pekarangan adalah tidak diperbolehkan, juga termasuk pemasangan elemen glass block.
Pastilah setiap aturan mempunyai sanksi bagi pelanggarnya. Begitu juga dengan peraturan GSB ini. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Th 2002 mengenai Bangunan Gedung, untuk sanksi administratif-nya akan dikenakan pada pemilik bangunan. Sanksi itu berupa peringatan pembatasan kegiatan pembangunan, sangsi tertulis, penghentian pelaksanaan pembangunan sementara waktu, pencabutan dari izin membuat bangunan sampai perintah untuk pembongkaran paksa bagi bangunan tersebut. Selain itu juga kalau kita ketahuan membangun melebihi GSB, akan dikenakan sanksi lain. Sanksi itu berupa denda sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dihitung dari nilai bangunan tersebut yang telah atau sedang dibangun.
Tetapi terkait yang terjadi di Kab. Donggala dari hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyakan dari warga sebelum ada pelebaran jalan rumah mereka jaraknya jauh dari jalan, bahkan mereka juga memiliki IMB. Untuk itu, saat wawancara dengan kepala bidang tata ruang untuk mengkonfirmasi kondisi  tersebut, mengatakankan bahwa “kondisi tersebut terjadi karean ketidak tersediaan dana, sebab jika ingin menggusur rumah warga taupun bagunan yang lain tentu harus ada ganti rugi dimana pemnda tidak mampu menyediakan anggaran”.
Kemungkinan penundaan putusan juga salah satu  yang menyebabkan hal tersebut, karena  adanya unsur kepentingan pribadi yang mendesak meskipun ada unsur kepentingan umum dalam rangka pembangunan. Untuk itu dalam menyetujui permohonan penundaan harus dilakukan dengan hati-hati  dan memperhatikan prinsip kemanusiaan. Sehingga pernyataan yang diberikan oleh kepala bidan tata ruang itu bisa menjadi alasan mengapa sampai sekarang banyak bangunan terutama rumah warga yang tidak memiliki jarak dari bahu jalan.
Sebab banyak dari masyarakat yang rumahnya tidak memiliki jarak dengan bahu jalan memiliki IMB, maka penggusuran atau pembongkaran memerlukan ganti rugi meskipun untuk kepentingan umum, sebab kondisi tersebut terjadi bukan kareana kesalahan masyarakat tetapi pihak yang mengeluarkan izin. Dalam pengawasan  pemanfatan ruang dilaksanakan melalui pemantauan, pelaporan dan evaluasi mengacu kepada ketetapan rencana kota. Evaluasi kesesuaian rencana tata ruang terhadap pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara menelaah bentuk pemanfaatan ruang dan perizinan yang dimiliki.
Salah satu hasil evaluasi adalah rumusan rekomendasi, yakni saran tindak lanjut terhadap kegiatan pembangunan yang tidak sesuai denagn rencana tata ruang. Perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang  terutama adalah IMB. Penerbitan izin sebagaimana dimaksud diatas didukung oleh rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi terkait, terutama rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang tata kota dalam bentuk ketetapan rencana kota dan rencana tata letak bangunan, rekomendasi dari instansi pertanahan, rekomendasi komisi AMDAL, rekomendasi manajemen lalu lintas.
Adanya IMB berfungsi supaya pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan, pengawasan dan penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat bermanfaat pula bagi pemilik bangunan karena memberikan kepastian hukum atas berdirinya bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan bagi pemilik bangunan untuk suatu keperluan,  misalnya mencegah tindakan penertiban salah satunya jika ada pelebaran jalan maka yang bersangkutan akan memperoleh ganti rugi . Tetapi apabila terjadi izin membangun yang melanggar rencana tata ruang akan dikenakan tindakan, antara lain berupa pencabutan IMB dan termasuk sanksi administrasi  yang di berikan kepada pegawai yang mengeluarkan hal tersebut jika izin itu diberikan setelah ada rencana tata ruang.
Bukan hanya itu dalam perbaikan jalan, khususnya pelebaran dan pengaspalan jalan yang tentu saja mengganggu aktivitas jalan, disebabakan pengguna jalan hanya dapat menggunakan sebelah jalan saja, yang diperpara jika tidak adanya aparat pemerintah yang mengatur jalannya lalu lintas. Berdasarkan informasi yang didapatkan bawah dalam kegiatan perbaikan jalan, yang mengatur jalannya lalu lintas hanya warga setempat serta, sering kita dapatkan dimana jalan beralih fungsi karena ditutup oleh warga jika ada kegiatan yang membuat terjadi kemacetan. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan ini dapat teratasi jika ada kesadaran dari masyarakat untuk ikut berperan dalam hal tesebut sebab dampak yang ditimbulkan dapat diatasi secepat mungkin dan bahkan mungkin bisa di cegah sebelum terjadi.
Dalam penataan ruang wilayah kabupaten/kota, bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang diatur dalam pasal 15 – pasal 20 PPPMPR, yang lebih terperinci  sampai pada rencana rincian tata ruang (RRTR/RDRT). Berdasarkan pasal 16 UUPR yang menegaskan bahwa dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib :
a.    Menaati RTR yang telah ditetapkan
b.    Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfatan ruang dari pejabat yang berwenang
c.    Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruan
d.   Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundan-undangan dinyatakan sebagai milik umum
Berdasarkan  pasal 55 UUPR, Menunjukkan bahwa peran serta masyarakat merupakan satu kesatuan dengan hak dan kewajiban lainnya. Ini berarti peran serta masyarakat merupakan  hak-hak dan kewajiban masayarakat dalam penataan ruan, dan merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tujuan penataan ruang. Artinya, diperlukan adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam semua tahapan mulai dari perencanaan, penetapan, pemananfaatan, dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang. Hal ini sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantuterwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rancangan tat ruang yang telah ditetapkan, dan menaati keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang.
Namun, hal ini Tidak hanya cukup siapa yang akan menjalakan apa, tapi juga bagaimana ia harus melakukan dan kapan harus dilaksanakan. Sebagai masyarakat tentunya adalah menjalankan hukum posistif dalam hal ini UU Nomor 22 Tahun 2009, namun perlu diterjemahkan lagi bagaimana situasi dan kondisi dilapangan dapat menunjang masyarakat dapat melaksanakannya. Keharusan yang diterjemahkan sebagai kewajiban harus di dukung oleh seberapa besar dan seberapa banyak petunjuk-petunjuk dilapangan. Terkait dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 ini maka kita bisa mempertanyakan seberapa banyak rambu-rambu dan fasilita-fasiitas penunjang di jalan raya. Harus diingat, pemberlakuan UU tidak hanya pada satu wilayah saja namun berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia, apa yang akan terjadi nantinya jika diterapkan di wilayah kabupaten Donggala. Struktur itu harus mampu menunjang masyarakat agar dapat melaksanakannya. Sepanjang alat-alat penunjang seperti rambu-rambu serta fasilitas-fasilitas umum di jalan belum terpenuhi kebutuhannya maka pelaksanaan UU juga akan tidak efektif dan efisien.






BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
 IV.1.1. Pelaksanaan pengembangan fasilitas jalan di Kabupaten Donggala yang dilaksanakan oleh Dinas PU bidang Tata Ruang Kab. Donggala, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut dalam  maka dapat dikatakan bahwa jalan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan suatuh daerah, sehingga jalan menjadi kebutuhan mutlak suatu daerah yang harus ada utuk menunjang kehidupan masyarakatnya. Namun, hasil penelitian didapatkan terjadi ketimpangan antara pembangunan jalan untuk kawasan perkantoran dengan permukiman. Sehubungan itu banyak dimuat dalam berbagai artikel tentang  problematika dalam pelaksananan pembangunan jalan di Kab. Donggala. Dalam pelaksanananya banyak oknum-oknum pemerintah yang memanfaatkan hal tersebut untuk keuntugan pribadi mereka masing-masing. Kemudian diperburuk lagi dengan banyaknya permasalahan yang terjadi yang tidak ditangani dengan tuntas.
 IV.1.2. Pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah pasti menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat, tetapi untuk kepentingan umum. Adapun Pengembangan Fasilitas Jalan yang akan dilaksanakan di kabupaten donggala yakni : Perbaikan dan pelebaran jalan, Perkerasan jalan, pengaspalan jalan, Pembuatan bahu jalan, Pembangunan dinding-dinding penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun di bawah jalan, Peningkatan kualitas perkerasan jalan dan pengaspalan jalan, Pembuatan rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata, Perbaikan dan pelebaran jalan, Perkerasan jalan, pengaspalan jalan, Perencanaan dan pembangunan ulang tikungan-tikungan yang mempunyai manuver membahayakan, Pembangunan dinding-dinding penahan longsor, baik yang berada di atas bangunan jalan maupun di bawah jalan, Pemberian guard rill terutama pada tikungan berbahaya, Pembuatan rambu dan penunjuk arah jalan menuju obyek wisata. Dampak yang ditimbulkan dari pengembangan fasilitas jalan khususnya di sepanjang Jalan kawasan permukiman, yang tidak sesuai dengan penataan ruang di Kabupaten Donggala. Berdasarkan hasil penelitian, terkait pelebaran jalan dimana rumah warga sudah bersinggungan dengan jalan, yang seharusnya berdasarkan peraturan bahwa rumah warga harus memiliki jarak dari jalan berdasarkan garis sempadan bangunan (GSB). Namun kebanyakan dari mereka sebelum ada pelebaran jalan rumah mereka jaraknya jauh dari bahu jalan, bahkan mereka juga memiliki IMB.  Namun, kondisi tersebut terjadi karena ketidak tersediaan dana, sebab jika ingin menggusur rumah warga taupun bagunan yang lain tentu harus ada ganti rugi. Bukan hanya itu dalam perbaikan jalan, khususnya pelebaran dan pengaspalan jalan yang tentu saja mengganggu aktivitas jalan, disebabakan pengguna jalan hanya dapat menggunakan sebelah jalan saja, hal ini dapat diperpara jika tidak adanya aparat pemerintah yang mengatur jalannya lalu lintas. Maka peran masyarakat sangat diperlukan, meskipun pemerintah daerah mengupayakan pelaksanaan pengemabangan fasilitas jalan tetapi masyarakat mematuhi aturan, maka hanya akan percuma saja.
IV.2. Saran
Dalam    pengambang fasilitas jalan hendaknya pemerintah lebih mengutamakan pengemabangan fasilitas jalan yang lebih di butuhkan masyarakat bukan berdasarkan apa yang menurut pemerintah daerah yang penting. Sebab banyaknya daerah yang pembangunan jalannya tertinggal adalah daerah yang jauh dari kota, untuk itu pemerintah seharusnya turun langsung kemasyarakat untuk melihat kondisi jalan yang ada. Sehingga dapat mencegah terjadinya pengeluaran anggaran yang percuma, serta meninjau langsung jika ada pengembangan fasilitas jalan yang sedang dilaksanakan untuk menghindari  pengerjaan yang asal-asalan oleh kontraktor.
Untuk masyarakat di Kab. Donggla seharusnya ikut berperan serta dalam mewujudkan pengembangan fasilitas jalan dengan mematuhi peraturan-peratuan yang ada, sehingga perencanaan tata ruang yang disusun dapat berjalan dengan semestinya. Dan yang paling penting Pemerintah daerah mampu menlaksanakan pengembangan fasilitas jalan berdasarkan RTRW yang telah disusun.



DAFTAR PUSTAKA
Buku
Yunus,Wahid. Pengantar Hukum Tata Ruang. Kencana Pranadamedia Group. Jakarta. 2016
Sutedi,Adrian. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Sinar Grafitika. 2015
Internet
Joze,rizal.2015. “Pembangunan Di Donggala Timpang” . diakses dari : http://www.metrosulawesi.com/article/pembangunan-di-donggala-timpang . pada hari senin tanggal 01 januari 2017.
Admin sultengpost.2016. “Jalan Senilai Rp 1,6 M Amburadul” . diakses dari : https://sultengpostnews.com/2016/12/29/jalan-senilai-rp-16-m-amburadul-wabup-saya-serahkan-ke-kejari/ . pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2016.

Aliansi,jurnalis,independen.2015. “Warga Donggala dan Buol Tanam Pisang di Jalan”. Diakses dari : http://palu.aji.or.id/2015/09/27/warga-donggala-dan-buol-tanam-pisang-di-jalan/ . pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2016.

Rolex,Malaha.2016. “Donggala Berupaya Bangun Jalan Ke Daerah Terisolir” . diakses dari : http://www.antarasulteng.com/berita/23338/donggala-berupaya-bangun-jalan-ke-daerah-terisolir . pada hari Kamis tanggal 01 Desember 2016.

Rolex,Malaha.2016.Sejumlah Ruas Jalan Kabupaten Diusulkan Alihstatus” . diakses dari : http://sulteng.antaranews.com/berita/24753/sejumlah-ruas-jalan-kabupaten-diusulkan-alihstatus . pada hari senin tanggal 01 januari 2016.

Jemmy,Tehardjo.2016. “Ada Proyek Fiktif Distanakeswan Donggala ?”. Diakses Dari : http://www.kabartoday.com/ada-proyek-fiktif . pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2016.

Rolex,Malaha.2016.Aktivitas Tambang Palu-donggala Ganggu Kenyamanan Transportasi” . Diakses Dari : http://sulteng.antaranews.com/berita/28955/aktivitas-tambang-palu-donggala-ganggu-kenyamanan-transportasi?utm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news . pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2016.

No comments:

Post a Comment

  KETERKAITAN TEORI KEADILAN DENGAN PAJAK AIR TANAH Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak air tanah adalah pajak atas pengambila...