Sunday, 23 September 2018

Aliran-Aliran Dalam Filsafat Hukum


Aliran-Aliran Dalam Filsafat Hukum


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Hukum sebagai sebuah produk dialektika evolusioner masyarakat niscaya harus terus berkembang dalam lingkungan zaman dan waktu, hukum yang dulu dianggap sebagai suatu keniscayaan, lambat laun mulai ditinggalkan dan digantikan perannya oleh hukum yang lebih relavan bagi zaman dan waktu tertentu. Namun, kajian yang sangat menarik dalam ranah perkembangan ilmu hukum adalah; dalam perkembangan ikmu hukum dari masa ke masa tidak terjadi suatu loncatan revolusioner sebagaimana yang terjadi dalam ilmu eksak, hukum sebagai ilmu berkembang secara kumulatif dan evolusi dimana perkembangan ilmu hukum tidak dapat di prediksi secara matematis, namun harus dengan pendekatan filosofis yang juga menyangkut akan keyakinan (faith) suatu individu/masyarakat terhadap hukum tersebut. Dalam tulisan sederhana ini penulis akan mencoba mendeskripsikan evolusi dari paradigma hukum yang marak berkembang dan dipakai sebagai acuan/patokan bagi masyarakat dunia dalam berhukum.
Dimulai dari paradigm hukum yang bersumber dari kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya (the nature of law), hukum sebagaimana yang ditafsirkan sebagai kaidah resmi Negara (positivism/doctrinal), kajian hukum yang memakai metode penalaran hukum yang menggabungkan ilmu hukum dengan anasir-anasir kekuasaan dan pranata sosiologis masyarakat (socio legal/non-doctrinal) dan sampai kepada teori hukum yang lahir pada periode post-modern dengan gerakan kritik ediologis dan semangat deskontruksi hukum yang membawa angin perubahan bagi pilar-pilar hukum didunia (critical legal studies).
Pemikiran hukum ini berkembang dalam bentuk berbagai mahzanb yang mempunyai ciri dan saling berdialektika dalam memecahkan problem hukum yang dihadapi pada waktu dan tempat yang berbeda, dalam uraian selanjutnya akan diuraikan berbagai mahzab atau aliran yang berkembang dalam filsafat hukum.

1.2. Rumusan Masalah
 Apa saja Mahzab atau Aliran-Aliran dalam Pemikiran Filsafat Hukum?

1.3. Tujuan Penulisan
 Dapat Mengetahui macam-macam mahzab atau aliran-aliran dalam pemikiran filsafat hukum.

                                                             BAB II
     PEMBAHASAN

Dalam pembicaraan hakekat hukum yang menjadi kajian filsafat hukum, dikenal beberapa aliran atau madzhab tentang hukum, antara lain: (1) Alaliran hukum alam, (2) Aliran hukum positif, (3) Aliran realism hukum, dan (4) Aliran Critical Legal Stduies

A.    Aliran Hukum Alam
Aliran ini disebut juga dengan aliran hukum kodrat atau Natural Law Theory , menurut aliran ini hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos), baik semesta alam, maupun hidup manusia. Hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi. Pemikiran hukum alam dikembangakan oleh beberapa pakar yang ada pada zaman Yunani dan Romawi.
Diantara aliran hukum alam ada aliran Stoa yang diwakili oleh Zeno (320-250 SM), yang mempunyai ajaran sebagai berikut :
1.      Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional.
2.      Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang dengan kekuatan penalarannya memungkinkan menciptakan suatu natural life yang didasarkan pada reasonable living
3.      Hukum alam dapat di identikan dengan moralitas tertinggi.
4.      Basis hukum adalah aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.
5.      Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan yang benar dari yang salah dan hukum didasarkan pada konsep-konsep manusia tentang hak dan kewajiban.
Hukum alam dibedakan dalam dua golongan :
1.      Aliran hukum alam irasional
2.      Aliran hukum alam rasional
Menurut aliaran hukum alam irasional bahwa hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi dengan mengesampingkan aspek ratio manusia. Tokoh aliran ini antara lain Thomas Aquinas.
Menurut aliran hukum alam rasional bahwa hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi dengan menekankan terhadap ratio manusia. Tokoh aliran ini antara lain Hugo Degrot.
Teori hukum alam (hukum kodrat melingkupi pendekatan terhadap hukum yang melihat bahwa keberadaan hukum yang ada adalah perwujudan atau merupakan fenomena tatanan hukum yang lebih tinggi yang seharusnya ditaati. Dengan demikian pendekatan dari teori hukum kodrat ada yang berpijak dari pandangan teologis dan sekuler.
1.      Pandangan teologis (berdasarkan ke-Tuhan-an)
Teori hukum kodrat yang dipenuhi oleh pandangan atau yang ada, diciptakan dan diatur oleh yang maha kuasa yaitu tuhan yang juga telah meletakan prinsip-prinsip abadi untuk mengatuur perjalanannya alam semesta. Kitab suci menjadi sumber dari pandangan semacam ini. Semua hukum yang diciptakan oleh manusia karena itu harus sesuai dengan hukum Tuhan seperti yang  digariskan dalam kitab suci (mengesampingkan aspek ratio manusia).
2.      Pandangan sekuler (berdasarkan ratio)
Pandangan ini didasari keyakinan bahwa manusia (kemampuan akal budinya) dan dunianya (masyarakat) menjadi sumber bagi tatanan moral yang ada. Tatanan moral yang ada menjadi manifestasi tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia. Keutamaan moral tidak ada dalam sabda Tuhan yang tertulis dalam kitab suci tetapi dalam hati kehidupan sehari-hari manusia. Hukum itu berlaku secara universal dan bersifat abadi dengan menekankan pada aspek ratio manusia. Aliran hukum alam yang rational disebut pula aliran hukum alam yang modern.
Ada yang mengatakan bahwa hukum alam pada dasarnya bukanlah sesuatu aturan jenis hukum, melainkan merupakan kumpulan ide atau gagasan yang keluar dari pendapat para ahli hukum, kemudian diberikan sebuah label yang bernama hukum alam. Menurut pandangan Satjipto Rrahardjo, bahwa istilah hukum alam ini didatangkan dalam berbagai arti oleh berbagai kalangan dan pada masa yang berbeda-beda pula. Dengan demikian hakikat hukum alam merupakan hukum yang berlaku universal dan abadi. Sebab menurut Friedmann, sejarah hukum alam adalah sejarah umat manusia dalam usahanya untuk menemukan apa yang disebut absolut justice (keadilan yang mutlak) disamping kegagalan manusia dalam mencari keadilan. Pengertian hukum alam berubah-ubah sesuai dengan perubahan pola piker masyarakat dan keadaan politik dijaman itu.
Penulis tidak mungkin membahas secara khusus keseluruhan pendapat para tokoh dan pakar hukum dalam makalah ini, olehnya itu penulis akan mengelompokkan tokoh dan pakar itu menurut zamannya, dan bagi pembaca yang ingin mendalami persoalan hukum alam ini secara khusus, dapat mencarinya pada literatur-literatur lain yang membahasnya secara lebih terinci:
a.       Tokoh-tokoh hukum alam Yunani, antara lain: Socrates, Plato, Aristoteles.
b.      Tokoh-tokoh hukum alam Romawi, antara lain: Cicero, Gaius.
c.       Tokoh-tokoh hukum alam abad pertengahan, antara lain: Augustine, Isidore, Thomas Aquinas, William of Occam.
d.      Tokoh-tokoh hukum alam diabad keenam belas hingga kedelapaan belas antara lain :Jhon Locke, Montesquieu, Rousseau.
e.       Tokoh-tokoh Idealisme Transendental, antara lain: Kant, Hegel.
f.       Tokoh-tokoh kebangkitan kembali hukum alam, antara lain adalah: Kholer, Stammler, Leon Duguit, Geny, Dabin, Le Fur, Rommen, Maritain, Renard, Gustaw, Radhbuch, Del Vecchio, Fuller, Recasens Sinches.

B.     Aliran Hukum Positif (Positivisme)
Istilah Positivisme berasal dari kata “ponere” yang berati meletakan, kemudian menjadi bentuk pasif “pusitus-a-um” yang berate diletakan. Dengan demikian, positivism menujukan pada sebuah sikap atau pemikiran yang meletakan pandangan dan pendekatannya pada sesuatu. Umumnya positivism bersifat empiris.
Positivime hukum (aliran hukum positif) memandang perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum, antara das sein dan das sollen). Dalam kacamata positivism tiada hukum lain kecuali pemerintah penguasa (law is command of the lawgivers). Bahkan, bagian dari aliran hukum positif yang dikenal dengan nama legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan undang-undang.
Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama dalam melihat hukum adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh orang-orang tertentu didalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk membuat hukum. Sumber dan validitas atas norma hukum bersumber pada kewenangan tersebut.
Menurut aliran ini, hukum adalah norma-norma yang diciptakan atau bersumber dari kewenangan yang formal atau informal dari lembaga yang berwenang untuk itu atau lembaga pemerintahan yang tertinggi dalam sebuah komunitas.
Aliran ini berpandangan hukum identik dengan undang-undang, yaitu aturan yang beralaku. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Menurut aliran ini hukum itu merupakan perintah penguasa dan kehendak dari Negara. Sumber pemikirannya adalah logika, yaitu suatu cara berpikir manusia yang didasarkan pada teori-teori kemungkinan (kearah kebenaran).
Dalam aliran hukum positif ini penulis akan memberikan definisi dari beberapa tokoh yang menganut aliran positif ini, salah satu diantaranya yaitu :
1.      Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hakikat hukum sendiri, menurut Austin, terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup. Dalam bukunya The Province of Jurisprudence obliges a person or person… “A law is a commandans are said to proceed from superiors, and to bind or oblige inferiors.”
Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis : (1) hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws), dan (2) hukum yang dibuat oleh manusia. Mengenai hukum yang dibuat oleh manusia ini dapat dibedakan lagi dalam: (1) hukum yang sebenarnya, dan (2) hukum yang tidak sebenarnya. Hukum dalam arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum positif) meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, seperti ketentuan dari suatu organisasi olahraga. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu: (1) perintah (commandan), (2) sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty), dan (4) kedaulatan (sovereighnty).
2.      Menurut L. A Hart, ada lima pengertian dari hukum positif, yaitu:
1.      Bahwa undang-undang adalah perintah-perintah manusia.
2.      Bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral atau hukum yang ada dan yang seharusnya ada.
3.      Bahwa analisis (atau studi tentang arti) dari konsepsi tentang hukum: (a) layak dilanjutkan, dan (b) harus dibedakan dari penelitian historis mengenai sebab atau asal usul undang-undang dari penelitian sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya dan kritik atau penghargaan hukum mengenai arti moral, tuntutan social, serta fungsi-fungsinya.
4.      Bahwa sistem hukum adalah suatu sistem logis tertutup yang menghasilkan putusan hukum yang tepat dengan cara-cara yang logis dari peraturan hukum yang telah ada lebih dahulu tanpa mengingat tuntutan sosial, kebijaksanaan norma-norma moral.
5.       Bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan, seperti halnya dengan pertanyaan tentang fakta, dengan alasan yang rasional, petunjuk, atau bukti (noncognitivisme dalam etika).
3.      Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen. Inti ajaran Hans Kelsen menurut Friedmann  (1881-1973) adalah:
1.      Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan, adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan;
2.      Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya;
3.      Hukum adalah ilmu pengetahuan normative, bukan alam;
4.      Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma hukum menata, mengubah isi dengan cara yang khusus;
5.      Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang khusus;
6.      Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum yang nyata.
Aliran ini dibedakan menjadi:
1.      Analitical Jurisprudence;
2.      Reine Rechtheer (ajaran hukum murni).
Analitical Jurisprudence adalah dalam filsafat hukum yang beranggapan bahwa hukum itu merupakan perintah penguasa semata-mata. Tokohnya antara lain John Austin.
Aliran Ajaran Hukum Murni adalah aliran yang beranggapan bahwa hukum itu harus dibersihkan dari seluruh unsur-unsur non yuridis (maksudnya dibersihkan dari unsur-unsur etis atau moral, sosiologis, ekonomis dan politis).

C.    Aliran Realis (Realisme)
Realisme secara etimologis berasal dari bahasa latin “res” yang artinya benda atau sesuatu. Secara umum realisme dapat diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu sebagaimana adanya tanpa idealisasi, spekulasi atau idolisasi. Ia berupaya untuk menerima fakta-fakta apa adanya, betapapun tidak menyenangkan.
 Pandangan aliran realism dalam kontek hukum, melihat bahwa hukum itu dipandang dan diterima sebagaimana apa adanya, tanpa identitasi dan spekulasi atas hukum yang bekerja dan berlaku.
Aliran realism hukum merupakan satu sub aliran (pecahan) dari aliran positivisme hukum yang dipelopori antara lain oleh John Chipman. Roescoe Pound melalui pendapatnya bahwa aliran hukum itu merupakan a tool of social engineering dapat digolongkan kepada aliran ini.
Aliran realisme hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Realisme bukanlah suatu aliran/madzhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum.
2.      Realisme adalah suatu konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan maupun hasilnya. Hal ini berarti bahwa keadaan sosial lebih cepat mengalami perubahan dari pada hukum.
3.      Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen dan sein untuk keperluan suatu penyilidikan agar penyelidikan itu mempunyai tujuan maka hendaknya diperhatikan adanya nilai-nilai dan observasi terhadap nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh kehendak  observer da tujuan kesusilaan.
4.      Realisme tidak mendasarkan pada konsep hukum tradisonal karena realisme bermaksud melakukan apa yang dilakukan sebenarnya oleh pengadilan dan orang-orangnya. Untuk itu dirumuskan definisi dalam peraturan yang merupakan ramalan umum tentang apa yang akan dikerjakan oleh pengadilan. Berdasarkan keyakinan ini, realisme menciptakan penggolongan perkara dan keadaan hukum yang lebih kecil jumlahnyan dan jumlah pengglongan yang ada pada masa lampau.
5.      Gerakan realisme menekankan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai akibatnya.
Menurut Karl Llwellyn, salah satu seorang tokoh aliran ini, bahwa hukum harus diterima sebagai suatu yang terus menerus berubah, hukum bukan suatu yang statis. Tujuan hukum harus senantiasa dikaitkan dengan tujuan masyarakat dimana hukum itu berada. Masyarakat selalu berproses yang terus menerus berubah secara kesinambungan. Oleh karena itu perubahan hukumpun merupakan sesuatu yang esensial dan diperlukan penekanan pada evaluasi hukum terhadap dampaknya pada masyarakat.
Dalam pandangan lain menurut Oliver Wendell Holmes, salah satu tokoh aliran ini, hukum adalah apa yang akan diputus oleh pengadilan. Jadi menurut Holmes hukum adalah perilaku actual para hakim (patterns of behavior) yang ditentukan oleh tiga factor :
1.      Kaidah-kaidah hukum yang konkretkan oleh hakim dengan metode interpretasi dan kontruksi;
2.      Moral hidup pribadi hakim
3.      Kepentingan sosial.
Dalam kajian aliran realisme ada dua pandangan, yaitu pandangan pakar-pakar realisme Amerika Serikat dan yang kedua pakar- pakar realisme Skandinadiva.  Tokoh-tokoh realisme Amerika Serikat adalah :
1.      Oliver Wendell Holmes (1841-1935)
2.      Jerome Frank (1889-1957)
3.      Benjamin N. Cardoso (1870-1938)
4.      Karl Nickerson Llwllyn (1893-1962)
Tokoh-tokoh aliran realisme Skandinvia antara lain: Lundstedt, Hagerstrom, Ilivecrona, dan Ross.

D. Aliran Critical (posmodern) Legal Studies
Critical (posmodern) Legal Studies hadir sekitar tahun 1977 sebagai respon atas terjadinya pergulatan panjang di lingkungan ilmu hukum khususnya adanya pertentangan antara teori positivisme hukum dan teori realisme hukum di AS. Critical Legal Studies menjadi pilihan epistimologis untuk menjawab tantangan ditengah-tengah kedua paradigma hukum tersebut. Slogan paling terkenal dalam Critical legal Studies adalah hukum tak bebas nilai, dan tak netral. Slogan seperti itu menjadi visi Critical Legal Studies karena dua paradigma hukum yang bergulat pada saat itu, yakni teori positivisme hukum dan teori realisme hukum tidak mampu menjawab tentang kebutuhan hukum dalam menghadapi tuntutan kaum minoritas tertindas, menguatnya pluralisme, HAM, anti-diskriminasi, dan kebebasan.
Bagi aliran hukum kritis ini bahwa hukum yang digunakan oleh hukum modern sebagai wujud demokrasi dan pasar adalah bohong dan tak pernah ada. Hukum yang bagi hukum modern sudah built in dengan demokrasi das sollen-nya sama halnya dengan hukum responsif, namun das sein-nya pada pembentukan hukum formal dalam pencaturan politik senantiasa melalui prosedur tarik menarik atau tawar menawar kepentingan pihak-pihak yang tergabung dalam otoritas yang berwenang itu. Fokus sentral dari Critical Legal Studies adalah untuk mendalami dan menganalisis keberadaan doktrin-doktrin hukum, pendidikan hukum, dan praktek institusi hukum yang menopang dan mendukung sistem hubungan-hubungan yang oppressive dan tidak egaliter. Teori kritis untuk mengembangkan alternative radikal dan untuk menjajaki peran hukum dalam menciptakan hubungan politik, ekonomi dan sosial yang dapat dorongan terciptanya emansipasi kemanusiaan.
Sesungguhnya Critical Legal Studies tetap mengakui pentingnya norma-norma hukum dalam proses baik pembentukan hukum (in abstraco) maupun penyelesaian sengketa (law inconcreto). Ini berarti Critical Legal Studies mengakui pentingnya penguasaan yang baik terhadap materi-materi hukum berupa norma atau kaidah-kaidah hukum (disebut relasi internal) terlebih dahulu sebelum mengaitkannya dengan realitas hubungan sosial, politik, ekonomi dan budaya (relasi internal).
Ifdal Kasim menyebutkan bahwa banyak varian arus pemikiran paradigmatic dan politis penganut Critical Legal Studies di Amerika, jika disederhanakan diwakili oleh tiga arus pemikiran berturut-turut:
1.      Arus pemikiran yang diwakili oleh Roberto M. Unger menekankan dua paradigma yang saling bersaing dalam mengkritisi paradigm hukum liberal (liberal legalism paradigm) yakni paradigm konflik dan paradigm consensus.
2.      Arus pemikiran yang diwakili oleh David Kaiyrs mewarisi tradisi hukum Marxis atau tepatnya kritik Marxis] terhadap hukum liberal yang dipandang hanya melayani sistem kapitalisme.
3.      Arus pemikiran yang diwakili oleh Duncan Kennedy, menggunakan metode “eklitis” yang membaurkan sekaligus prespektif strukturalis, fenomenologis dan neo-marxis.
Meskipun kelompok-kelompok Critical Legal Studies berbeda orientasi politik dan metode ilmiah yang digunakan, tetapi mereka memiliki kesamaan pemikiran dalam mengkritisi paradigm liberal legalisme dari ‘hukum modern” yang berwatak liberal. Inti pemikirannya adalah:
·         Menolak paham liberalism yang hanya berorientasi pada kepentingan kaum kapiltalis (pemilik modal)
·         Hukum positif baik peraturan perundang undangan, maupun dalam penerapannya merupakan produk politik, karena itu hukum tidak obyektif dan tidak pernah netral dari kepentingan politik.
·         Doktrin Rule of Law dengan prinsip equality before the law hanyalah ilusi yang tidak pernah menjadi realitas dalam masyarakat, karena sejatinya masyarakat modern berada dalam kesenjangan sosial, ekonomi, politik, ada kaum miskin, minoritas, elit penguasa sehingga praktek menunjukkan bahwa hukum menguntungkan para elit dan kapitalis.
·         Analisis-analisis paradigm legalisme liberal mengaburkan realitas dan lebih mengutamakan prosedur formal, sehingga melahirkan keputusan keputusan yang seolah-olah adil (keadilan procedural)
·         Tidak ada interpretasi atau penafsiran terhadap doktrin hukum tetapi penafsiran paradigm legalisme liberal selalu bersifat subyektif dan kental muatan politik.
Kritik terhadap teori hukum sangat penting untuk mengkonstruksikan kembali teori hukum agar lebih lengkap dan komprehensif. Pendek kata kritik terhadap teori hukum harus mampu mendekonstruksikan teori hukum agar tetap relevan dalam “menangkap” kebutuhan masyarakat terhadap hukum. Sehubungan dengan hal ini Cotterrell memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya mengkritisi teori hukum, yaitu:
·         Pertama; suatu teori tidak dapat ditujukan untuk menghasilkan suatu konsep tunggal yang bersifat universal mengenai peta hukum (map of law); banyaknya yang dapat dihasilkan tergantung dari penyusunan peta hukum tersebut. Harapannya adalah suatu saat dapat dibangun teori yang terintegrasi dengan perluasan wawasan tentang perbedaan pandangan yang diakui dan sah.
·         Kedua; landasan kekuasaan yang berasal dari teori hukum normatif melekat karakteristik kontroversial, di satu sisi bersifat mistis dan di sisi lain berada di luar jangkauan hukum di mana para ahli hukum pun tidak dapat memahaminya.
·         Ketiga; persoalan mengenai hukum sebagai satu kesatuan yang sistemik dan terstruktur perlu direnungkan kembali. Bagi para ahli hukum, doktrin hukum memerlukan sesuatu yang melembaga dan terstruktur, dan seharusnya teori hukum normatif telah direncanakan dan dirasionalisasikan untuk menemukan hal ini.
·         Keempat; mengenai penafsiran hukum. Diperlukan pendalaman mengenai komunitas penafsiran, bagaimana mereka bekerja dan bagaimana kekuasaan memberikan  suatu penafsiran yang mengikat sebagai hukum.
·         Kelima; selama penilaian mengenai kesusilaan dipisahkan dari norma hukum, maka selama itu hubungan antara hukum dan kesusialaan tetap tidak jelas. Hukum kontemporer yang digambarkan aliran post-modernisme adalah ethically barren, dan kesusilaan seperti itu diciptakan oleh hukum. Makna kesusilaan dalam hukum saat ini tampak sangat bermasalah sehingga diperlukan klarifikasi tentang makna senyatanya dalam konteks isu etika yang muncul dalam hubungan antara manusia dan dalam kerangka kesusilaan yang tersedia untuk mengakomodasi kehidupan masyarakat masa kini”.
Gambaran diatas menunjukkan bahwa teori hukum tidak harus menjadi satu konsep yang baku dan berlaku terus menerus untuk menjawab segala persoalan masyarakat. Kritik terhadap teori hukum menunjukkan bahwa teori hukum tetap akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Oleh sebab itulah keberadaan Critical Legal Studies dapat dikatakan teori baru di bidang hukum sejalan dengan tumbuhnya pemikiran postmodernisme di bidang filsafat yang melakukan kritik-kritik atas gambaran dunia (world view), kritik epistimologis dan ideologi-ideologi modern.
Kelebihan critical legal studies terdiri dari berbagai macam pemikiran yang dikemukakan oleh banyak ahli hukum. Pemikiran-pemikiran tersebut bervariasi dari pemikiran yang bercirikan marxian ortodok sampai pada pemikiran post-modern. Ada beberapa kesepahaman antara pemikiran-pemikiran tersebut, yaitu ketidakpercayaan terhadap netralitas hukum, struktur sosial yang hierarkhis dan didominasi ideologi kelompok tertentu, dan keinginan untuk merombak struktur sosial. Kekritisan critical legal studies dalam memahami realitas sosial dan tata hukum serta komitmen untuk mengembangkan teori hukum berdasarkan praksis sosial untuk merombak struktur sosial yang hierarkhis adalah kelebihan utama critical legal studies. Kekuatan ini diwujudkan dalam bentuk analitis kritis terhadap tata hukum, nilai-nilai dan rasio-rasio hukum yang digunakan oleh para hakim yang selama ini disebut netral dan benar secara obyektif.
Kelebihan lain dari critical legal studies adalah perhatiannya yang sangat besar erhadap pengakuan individu sebagai subyek kehendak utama dalam tatanan sosial. Kelebihan ini seperti membangkitkan kembali pandangan eksistensialis Kant-ian yang akhir-akhir tergerus oleh gelombang modern dan industri sehingga menimbulkan keterasingan individu subyektif karena tersedot arus budaya massa yang abstrak. Namun teori ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Sebagaimana pemikiran kritis, apabila tidak digunakan secara tepat dengan mengingat tujuan dan batas penggunaan, kritisisme bisa berujung pada nihilisme. Atau paling tidak terjebak pada lingkaran kritik tanpa ujung dalam tingkatan wacana sehingga melupakan tugas praktis terhadap masyarakat.
Kelemahan lain adalah dari sifat asli pemikiran kritis yang selalu dalam dirinya sendiri melakukan dekonstruksi sehingga perubahan dan gejolak selalu terjadi. Padahal realitas masyarakat selalu cenderung mempertahankan nilai-nilai dan tatanan lama dan hanya mengijinkan perubahan yang tidak terasa. Akibatnya critical legal studies sangat sulit menjadi mainstream pembangunan hukum. Tugas utama critical legal studies adalah melancarkan kritik untuk perubahan yang dilakukan oleh orang lain.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam kajian filsafat hukum, dikenal beberapa aliran atau madzhab tentang hukum, antara lain:
1.      Alaliran hukum alam disebut juga dengan aliran hukum kodrat atau Natural Law Theory , menurut aliran ini hukum dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos), baik semesta alam, maupun hidup manusia.
2.      Aliran hukum positif, memandang perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum, antara das sein dan das sollen). Dalam kacamata positivism tiada hukum lain kecuali pemerintah penguasa (law is command of the lawgivers). Bahkan, bagian dari aliran hukum positif yang dikenal dengan nama legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan undang-undang.
3.      Aliran realism hukum, diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu sebagaimana adanya tanpa idealisasi, spekulasi atau idolisasi. Ia berupaya untuk menerima fakta-fakta apa adanya, betapapun tidak menyenangkan.
4.      Aliran Critical Legal Stduies adalah untuk mendalami dan menganalisis keberadaan doktrin-doktrin hukum, pendidikan hukum, dan praktek institusi hukumyang menopang dan mendukung sistem hubungan-hubungan yang oppressive dan tidak egaliter.

3.2. Saran
Hukum dapat diartikan macam-macam, demikian juga tujuan hukum. Setiap aliran berangkat dari argumentasinya sendiri. Akhir-nya, pemahaman terhadap aliran-aliran tersebut akan membuat wawasan kita makin kaya dan terbuka dalam memandang hukum dan masalah-masalahnya. Dan penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA



Diakses dari :. http://ryanwuamue.blogspot.co.id/2016/11/pandangan-critical-legal-studies.html . Pada hari Sabtu tanggal 14 Oktober 2017. 

















No comments:

Post a Comment

  KETERKAITAN TEORI KEADILAN DENGAN PAJAK AIR TANAH Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak air tanah adalah pajak atas pengambila...